Mohon tunggu...
Firmino Botan
Firmino Botan Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba dengan harapan. Dan berharap untuk terus mencoba

Kesuksesan bukan hanya milik orang-orang yang pintar, melainkan juga milik mereka yang tekun

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Ilmu Kritis, Apakah Masih Relevan Dipelajari?

30 Desember 2021   21:11 Diperbarui: 30 Desember 2021   21:21 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggapan atas buku Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Karya Rm. Magnis Suseno, SJ

Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hal-hal mendasar dan menyeluruh. Berbeda dengan cabang ilmu lainnya, filsafat mengkaji segala sesuatu secara menyeluruh dan mendalam (radix). Filsafat, sebagai metode pemikiran yang bertanya tentang sifat dasar dari realitas, merupakan suatu seni kritik. 

Di sinilah letak tanggung jawab filsafat, yakni secara kritis dan terus menerus mempertanyakan. Tidak berhenti dengan mengaju pertanyaan, filsafat juga harus berani menawarkan jawaban-jawaban rasionalnya bagi permasalahan-permasalahan manusia. 

Di samping itu, filsafat juga terbuka terhadap segala kritik yang menyangkal jawabannya dan berani mengajukan argumentasi rasional secara objektif, sehingga jawaban yang diberikan bisa dimengerti secara intersubjektif. 

Pada titik ini, filfasat tidak pernah mengklaim jawabannya sebagai kebenaran puncak dan supreme. Sebab hal ini hanya akan membuat filsafat kehilangan roh kritisnya. 

Filsafat tak pernah puas diri, tetapi juga tidak bertujuan memuaskan diri. Filsafat selalu bergerak dalam lingkaran tesis-anti tesis. Sekalipun sampai pada sitesis, itu bukanlah akhir dari usaha pencariannya. 

Dengan demikian berpikir kritis sebagai tuntutan internal dalam filsafat ialah berpikir dialektis. Singkatnya, filsafat adalah suatu ilmu seni dialektis-kritis.

Dari gambaran di atas, nampaknya muncul suatu tantangan berat bagi proses belajar Filsafat dalam kaitannya dengan perbedaan metode pendekatan antara 'barat dengan timur'. 

Di barat, metode argumentatif lebih memungkinkan untuk berfilsafat dengan 'kultur kritisnya' dibandingkan dengan kekakuan yang ada dalam budaya timur cenderung tunduk pada otoritas. 

Di timur, otoritas diagungkan sebagai pemegang legitimasi yang tak dapat diganggu gugat. Otoritas dipandang 'sangat benar'. Kepatuhan naif ini kiranya merupakan suatu hambatan terberat dalam wilayah timur ketika berhadapan dengan metode berfilsafat yang rasionalis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun