Tanggapan atas buku Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Karya Rm. Magnis Suseno, SJ
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hal-hal mendasar dan menyeluruh. Berbeda dengan cabang ilmu lainnya, filsafat mengkaji segala sesuatu secara menyeluruh dan mendalam (radix). Filsafat, sebagai metode pemikiran yang bertanya tentang sifat dasar dari realitas, merupakan suatu seni kritik.Â
Di sinilah letak tanggung jawab filsafat, yakni secara kritis dan terus menerus mempertanyakan. Tidak berhenti dengan mengaju pertanyaan, filsafat juga harus berani menawarkan jawaban-jawaban rasionalnya bagi permasalahan-permasalahan manusia.Â
Di samping itu, filsafat juga terbuka terhadap segala kritik yang menyangkal jawabannya dan berani mengajukan argumentasi rasional secara objektif, sehingga jawaban yang diberikan bisa dimengerti secara intersubjektif.Â
Pada titik ini, filfasat tidak pernah mengklaim jawabannya sebagai kebenaran puncak dan supreme. Sebab hal ini hanya akan membuat filsafat kehilangan roh kritisnya.Â
Filsafat tak pernah puas diri, tetapi juga tidak bertujuan memuaskan diri. Filsafat selalu bergerak dalam lingkaran tesis-anti tesis. Sekalipun sampai pada sitesis, itu bukanlah akhir dari usaha pencariannya.Â
Dengan demikian berpikir kritis sebagai tuntutan internal dalam filsafat ialah berpikir dialektis. Singkatnya, filsafat adalah suatu ilmu seni dialektis-kritis.
Dari gambaran di atas, nampaknya muncul suatu tantangan berat bagi proses belajar Filsafat dalam kaitannya dengan perbedaan metode pendekatan antara 'barat dengan timur'.Â
Di barat, metode argumentatif lebih memungkinkan untuk berfilsafat dengan 'kultur kritisnya' dibandingkan dengan kekakuan yang ada dalam budaya timur cenderung tunduk pada otoritas.Â
Di timur, otoritas diagungkan sebagai pemegang legitimasi yang tak dapat diganggu gugat. Otoritas dipandang 'sangat benar'. Kepatuhan naif ini kiranya merupakan suatu hambatan terberat dalam wilayah timur ketika berhadapan dengan metode berfilsafat yang rasionalis.Â