Mohon tunggu...
Firman Adi
Firman Adi Mohon Tunggu... Insinyur - ekspresi sederhana

arek suroboyo yang masih belajar menulis. nasionalis tak terlalu religius. pendukung juventus sekaligus liverpudlian. penggemar krengsengan, rawon dan tahu campur.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Kolaborasi Politik Kekuasaan dan Bisnis "Kebablasan"

27 November 2020   10:12 Diperbarui: 27 November 2020   14:01 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan oleh KPK terkait kebijakan ekspor benih Lobster, menjadi semacam momentum mengkaji ulang kebijakan ini. Di era Pemerintahan jilid I Jokowi, Bu Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu melarang ekspor benih lobster dengan pertimbangan ekosistem yang berkelanjutan sekaligus memberikan waktu yang cukup agar lobster berkembang sehingga memiliki nilai ekonomis yang jauh lebih menguntungkan, sekaligus terus mengupayakan proses pembesaran lobster yang efisien. Ujung dari kebijakan ini secara jangka panjang tentu adalah kesejahteraan nelayan pembudidaya lobster. Kebijakan ini juga sempat menjadi perdebatan antara Luhut Panjaitan dan Bu Susi Pudjiastuti.

Di era jilid II Pemerintahan Jokowi, Edhy Prabowo yang menggantikan Bu Susi Pudjiastuti memberikan arah kebijakan yang berbeda terkait benih lobster ini. Dengan pertimbangan menggenjot neraca perdagangan yang lebih baik dan dalih bahwa proses pembesaran lobster di Indonesia memiliki rasio keberhasilan yang tidak terlalu baik (dibandingkan Vietnam) serta tidak efisien secara biaya, maka keran ekspor benih lobster ini kemudian dibuka yang diharapkan para nelayan juga menikmati kesejahteraan. 

Dua kebijakan berlawanan ini memang memunculkan perdebatan karena terlihat orientasinya memang berbeda. Walaupun berdalih sama-sama untuk kesejahteraan nelayan, kebijakan era Bu Susi Pudjiastuti lebih berorientasi jangka panjang dan berwawasan lingkungan walaupun secara ekonomis tidak menguntungkan dalam waktu cepat. Edhy Prabowo lebih berorientasi jangka pendek dengan mendapatkan profit yang lebih singkat. Kebijakan ini juga dilandasi dengan pemikiran jika ekspor bibit lobster tidak diijinkan, maka akan memicu terjadinya penyelundupan atau ekspor ilegal. Daripada banyak penyelundupan, lebih baik keran ekspor dibuka agar tidak lagi terjadi penyelundupan benih lobster. Faktanya di Juli dan Agustus 2020, tetap terjadi penyelundupan walaupun keran ekspor benih lobster sudah dibuka paska Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 12 Tahun 2020 tanggal 4 Mei 2020 terkait Pengelolaan Lobster. 

Ketika keran ekspor dibuka, maka syarat dan ketentuan untuk ekspor harus dibuat sedemikian rupa agar penerimaan negara maksimal dan keberlanjutan hidup nelayan lokal pembudidaya lobster harus tetap terjamin. Aturan kuota, ukuran, kondisi benih sampai syarat budidaya oleh pelaku ekspor pada prosentase tertentu.

Mulai timbul masalah ketika ijin kepada para pelaku ekspor diindikasikan diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang berafiliasi kepada politisi-politisi partai politik tertentu atau pendukung pemerintah. Bahkan beberapa perusahaan diduga baru bergerak di bidang ekspor benih lobster setelah munculnya kebijakan Edhy Prabowo ini. Hal ini berlanjut dengan penunjukan perusahaan yang diduga berafiliasi dengan asosiasi baru 40 eksportir benih lobster sebagai penyedia layanan tunggal forwarding ekspor benih lobster dengan biaya yang ditengarai lebih tinggi dari harga normal.

Beginilah ketika para pejabat dan politisi rakus berbaju pengusaha (atau pengusaha rakus berbaju politisi?) "bersinergi" menguras sumber daya alam negara ini, maka harus ada yang bergerak menghentikan.  Orientasi pada kesejahteraan nelayan bergeser pada "kesejahteraan" pengusaha berbaju politisi. Pers juga sudah mencium indikasi serupa di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan terkait buah impor. Apakah akan ada penangkapan menteri  menteri berikutnya di era jilid II pemerintahan Jokowi ini? Apakah akan mengikuti era SBY yang  banyak menteri-menterinya tersangkut kasus di KPK juga di jilid II?

Walaupun banyak yang mulai meragukan kinerja KPK secara kelembagaan paska UU KPK tahun 2019, semoga orang-orang dengan integritas yang luar biasa di KPK baik di posisi pimpinan, dewan pengawas, penyidik maupun jaksa penuntut, masih eksis dan teguh serta memberikan pengaruh yang positif kepada iklim kerja KPK secara kelembagaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun