Mohon tunggu...
Snowman
Snowman Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Suka membaca buku fiksi dan non-fiksi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Teknologi Dunia Semakin Upgrade, Kita Kapan?

27 Juli 2019   16:56 Diperbarui: 27 Juli 2019   17:15 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makin hari dunia berkembang dengan pesat. Berbagai jenis jasa di segala lini mulai bertransformasi ke tahap yang lebih cepat. Pusat-pusat perbelanjaan pun segera menempati ruang-ruang yang tidak punya fisiknya, pembeli tidak melihat wajah pedagang, begitupun sebaliknya. Transaksi terjadi tanpa pembeli harus melabuhi diri di toko-toko.

Sekarang, pembeli hanya perlu membuka gadget dan klik sebuah alamat website. Atau ada juga yang melakukan transaksi melalui aplikasi android atau iOS. Semua cara terbaru sekarang serba berbasis-online. Tanpa internet, hubungan antara pembeli dan penjual/penyedia jasa akan menghadapi angin topan yang ganas, yang dapat meluluhlantakan segalanya. Bisa saja orang menilai ini terlalu berlebihan, akan tetapi mari kita tanyakan sejenak. Apakah cara kita hidup dapat kembali seperti dahulu setelah apa yang telah kita lewati?

Dulu seorang wanita dewasa mampu untuk meletakan sebentar saja handphonenya di atas sebuah meja jauh dari jangkauannya, namun sekarang sudah jarang sekali kita temukan. Hp akan selalu ada bersama-sama tubuh dan pikiran kita. Apakah sebagian dari kita menyadarinya? Lalu, setelah kita menyadarinya, sejak kapan kebiasaan ini terjadi? Mungkin sulit untuk mengingatnya secara persis, tapi kita tahu bahwa ini secara kasar mulai terjadi ketika media sosial dan Youtube mulai ramai-ramainya. Orang lain menggunakannya lalu kita secara psikologis pun ikut terpengaruh. Alhasil segala urusan pun kita hibahkan ke dunia online dan gadget. Kita memang mengikuti tren.

Lalu apa harga yang harus dibayar dari perubahan ini? Beberapa jumlah rupiah pada barang yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan. Ketika ada keluaran smartphone baru dengan spesifikasi hardware yang bagus, kita terlena untuk membelinya padahal smartphone yang kita miliki masih berfungsi dengan baik untuk melakukan pekerjaan. Apalagi sedang ada diskon besar-besaran, tangan ini terasa gatal untuk memboyongnya pulang. Seakan-akan kita akan rugi besar atau tidak akan mendapatkan kesempatan lain jika tidak segera membeli barang diskonan.

Ini terjadi pada kebiasaan membeli makanan online juga. Harga normal yang dipatok bisa jadi lebih mahal daripada harga normal beli langsung. Namun kita terlalu malas untuk melangkah keluar rumah. Jika ada diskon yang menawarkan harga yang tidak jauh dari normal, kita segera berupaya untuk membelinya.

Ketika smartphone android sedang naik daun (waktu itu menjadi saingannya Blackberry), sebagian orang berlomba-lomba mendapatkannya. Ketika ada keluaran versi baru, orang membeli, sampai mereka merasa bahwa ia kehilangan banyak uang. Android menjadi trend karena jumlahnya masih sangat jarang, dan yang menggunakan pun sedikit, itu pun yang mampu membeli. Blackberry pun bernasib demikian sampai akhirnya gulung tikar. Namun, pandainya android memepet banyak jenis vendor handphone, sehingga orang ketika melihat merk baru, seakan melihat sesuatu yang berbeda sama sekali. Padahal jika kita bandingkan fiturnya, tidak jauh berbeda di beberapa vendor smartphone.

Ini adalah fakta kecil dari luasnya fenomena sosial kita. Ada fenomena-fenomena sosial yang kita sadari mempengaruhi kebiasaan sehari-hari kita, ada juga yang tidak. Tapi, jika kita bertanya, apa yang harus saya lakukan ketika semua perubahan sudah terjadi? Apakah pilihan-pilhan dalam hidup kita sudah rasional? Kita bisa memikirkan itu semua, tapi jawaban belum tentu langsung turun dari langit.

Kita bisa memilih untuk menggunakan smartphone yang "benar-benar" cocok dengan pekerjaan dan kondisi ekonomi kita. Dan kita bisa menggunakan kartu sim yang benar-benar ideal dengan mempertimbangkan performanya sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Dengan demikian, kita tidak hanya punya teman pintar tetapi diri kita pun mesti demikian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun