Mohon tunggu...
Firman Rahman
Firman Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger Kompasiana

| Tertarik pada finance, digital marketing dan investasi |

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Nyekar, Budaya Luhur Tradisional Jawa Sebelum Bulan Ramadan

29 Maret 2023   10:38 Diperbarui: 29 Maret 2023   19:16 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi 'nyekar' sebelum Puasa Ramadan (Pict: Dokumen pribadi)

Sebagai negara yang memiliki banyak suku dan budaya, tentu saja adanya tradisi pada suatu daerah akan menambah khasanah kekayaan budaya bangsa Indonesia. Begitu pula kali ini, menjelang puasa di Bulan Ramadan banyak sekali budaya tradisional yang dilakukan masyarakat, salah satunya pada masyaraat Jawa. Tradisi nyekar, budaya luhur tradisional Jawa sebelum Bulan Ramadan ini menjadi sebuah tradisi yang masih dilakukan sampai saat ini.

Di semua daerah, bahkan yang dari luar kota, semuanya rela berbondong-bondong pulang ke kampung halaman barang sejenak untuk menyempatkan nyekar atau ziarah ke makam orang tua, saudara bahkan leluhurnya yang dilakukan satu hari sebelum melaksanakan puasa di Bulan Ramadan.

Nyekar Sebelum Puasa Ramadan Wujud Memperkuat Tali Silaturahmi Pada Masyarakat Jawa

Budaya Jawa adalah budaya yang unik, tidak hanya itu, dalam kehidupan Jawa memiliki nilai-nilai yang menjadi pedoman dan pegangan hidup masyarakat. Begitu pula dalam masyarakat Islam Jawa saat akan melaksanakan puasa Ramadan di Bulan Ramadan, terdapat banyak sekali kebiasaan untuk menyambut hadirnya Bulan Suci Ramadan, salah satunya adalah tradisi nyekar.

Nyekar sendiri diartikan sebagai ziarah kubur yang dilakukan bersama keluarga, dan juga mendoakan keluarga yang telah meninggal, termasuk  dengan menabur bunga.

Berdasarkan beberapa referensi, tradisi nyekar ini muncul karena akulturasi antara budaya Isalam, Jawa dan Hindu, dan dalam kepercayaan masyarakat Jawa, maka roh itu abadi dan akan selalu pulang menemui keluarga pada setiap bulan "Ruwah" (yang dalam penanggalan Islam disebut dengan Sya'Ban).

Baca juga: Mengenal Megengan, Budaya Tradisional Jawa Menjelang Puasa Ramadan.

Kata Ruwah itu sendiri berasal dari kata 'Arwah', bentuk plural dari kata 'Ruh' yang diartikan sebagai roh. Maka menurut kepercayaan masyarakat Jawa, pada bulan Ruwah ini menjadi momentum untuk saling bersilaturahmi antara mereka (anggota keluaraga) yang masih hidup, dengan keluarga yang sudah meninggal, khususnya orang tua.

Bahkan dalam Islam, zirah kubur menjadi hal positif yang dilakukan untuk mengingat kematian, maka dari itu, secara tradisi, maka 'nyekar' menjadi sebuah sarana untuk memperkuat tali silaiturahmi antar alam, dan juga untuk menambah keimanan akan kehidupan setelah dunia fana ini.

Mengutip travel.kompas.com, tradisi nyekar ini dilaksanakan menjelang datangnya Bulan Ramadan dan pada sepuluh hari terakhir pada malam ganjil Bulan Ramadan. Nyekar yang merupakan tradisi Jawa ini, konon sudah ada sejak masa Sunana Kalijaga yang dilestarikan sampai saat ini.

Makna Nyekar

Selain berbagai referensi di atas terdapat makna nyekar secara lebih mendalam (Abdul Wahab Saleem, S.So.I, MSI dalam ftk.unisnu.ac.id), yang menyampaikan bahwa tradisi nyekar, selain bentuk akulturasi dan model budaya Islam pribumi, maka 'nyekar' menjadi sebuah ajang untuk merajut akar historis dan merefleksikan masa depan. Artinya dengan 'nyekar' maka seseorang diharapkan bisa merefleksikan sisi historis esksitensinya, dari mana dia berasal dan juga bagaimana dirinya dibesarkan dan juga dilimpahi kasih sayang oleh orang-orang yang didatangi maqrabahnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun