Mohon tunggu...
Firman Noor Praadita
Firman Noor Praadita Mohon Tunggu... Freelancer - FirmanPraa

Saya adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Semester 5, Program Studi Informatika. Saya berasal dari Pasuruan, Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perlukah Adanya Etika Bekerja bagi Seorang Fotografer dan Videografer di Media Sosial?

9 Desember 2019   09:51 Diperbarui: 11 Desember 2019   12:42 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Fotografi dan videografi saat ini menjadi sektor digital yang cukup digemari dan berkembang sangat pesat. Segala sesuatu dapat diekspresikan ke dalam bentuk visualisasi berupa gambar maupun video. 

Mulai dari iklan produk, dokumentasi event, dan kepentingan lain. Bahkan saat ini, fotografi dan videografi sudah mulai merambah ke dalam sektor pendidikan.

Semakin lama kebutuhan akan fotografer dan videografer professional semakin meningkat. Selain bertugas merekam gambar, videografer juga bertugas mengarahkan, menyunting video, hingga mengatur suara. 

Seorang fotografer juga bukan hanya memotret gambar saja, namun juga harus dapat menyampaikan pesan apa yang terkandung dalam gambar yang diambil.

Media penyampaian karya videografi dan fotografi saat ini juga sudah sangat mudah dan praktis. Adanya media sosial yang dalam beberapa tahun ini telah membawa fenomena baru dalam peradaban manusia modern. 

Hampir semua orang mampu membuat karya seni berupa foto maupun video bahkan hanya dengan menggunakan telepon genggam atau biasa kita sebut dengan smartphone.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. 

Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Artinya, media sosial dapat menjadi pasar yang menjanjikan untuk mempromosikan hasil karya foto atau video seseorang maupun sebagai media sharing berbagai ilmu tentang fotografi dan videografi.

Berbicara tentang berbagi foto dan video di media sosial, pasti akan berhubungan dengan adanya estetika dan etika. Kedua hal tersebut saling berkaitan satu sama lain. 

Komposisi foto maupun video yang bagus namun jika isinya terkesan tidak ber-etika, maka akan banyak dikecam para audience dari foto dan video tersebut.

Pembahasan mengenai isu etika dalam fotografi dan videografi sudah menjadi topik terutama bagi kalangan masyarakat pengunggah foto maupun video di media sosial.

Apalagi akhir-akhir ini cukup banyak foto maupun video yang diunggah di media sosial menimbulkan kontoversi yang memicu adanya pertengkaran.

Etika dalam dunia fotografi dan videografi memang tidak tersirat yang bahkan dapat menjadi pedoman hukum layaknya Undang-Undang dari pemerintah melainkan tersirat, yang tumbuh dari dalam diri masing-masing seorang fotografer maupun videographer dan dari referensi-referensi apa yang kita lihat.

Berikut saya telah mengumpulkan beberapa etika dalam mengambil foto dan video yang saya dapat dari pengalaman dan referensi-referensi yang saya lihat dan pelajari.

1. Patuhi peraturan
Terdapat beberapa tempat yang menerapkan peraturan dilarang memotret/merekam gambar. Biasanya peraturan tersebut terdapat pada area public seperti SPBU, mal, museum, hotel, dan lain-lain. 

Larangan ini diberlakukan biasanya berkaitan dengan kenyamanan orang lain, privasi, keamanan dan bahkan hak cipta.

2. Beradaptasi
Dalam beberapa acara tertentu, pada saat mengambil gambar atau merekam video, kita seharusnya mampu beradaptasi dengan situasi tertentu dalam acara tersebut mulai dari cara berpakaian, tingkah laku, dan perkataan. 

Sebagai contoh, ketika kita mendokumentasikan acara resmi seharusnya kita memakai pakaian yang rapi sesuai dengan tema acara tersebut.

3. Komunikasi
Komunikasi dalam hal ini berkaitan dengan seorang fotografer atau videografer dengan objek atau model yang akan kita rekam dan tampilkan dalam karya kita.

Kemampuan berkomunikasi yang baik dapat menjaga mood model yang akan kita jadikan objek foto maupun video, membuat model akan merasa nyaman, dengan demikian kita dapat lebih leluasa dalam mengambil gambar dan berekspresi. 

Kasus lain berkaitan dengan pentingnya komunikasi adalah ketika kita sedang menagmbil objek human interest atau dapat dikatakan memotret/ merekam lingkungan masyarakat sekitar.

Sebelum kita mengambil atau merekam gambar, sebaiknya terlebih dahulu kita meminta ijin apakah orang tersebut bersedia untuk kita jadikan sebagai objek. 

Hal ini sangat penting terutama berkaitan dengan masalah privasi seseorang. Etika ini juga berlaku jika kita sedang berburu foto atau video di jalanan yang biasa disebut dengan street photography.

4. Disturbing Picture
Sudah banyak kasus berkaitan dengan memotret dan merekam peristiwa atau korban kecelakaan dan disebarluaskan di media sosial. Hal ini tidak akan mendapat pujian dan bahkan kita akan mendapatkan hujatan. 

Sebelum mengambil gambar, harus kita pastikan terlebih dahulu apakah hal tersebut penting untuk dipublikasikan, dan jika memang harus dipublikasikan, maka biasanya bagian yang tidak lazim akan dibuat blur atau disamarkan.

5. Sharing di media sosial
Setelah mendapat foto atau video yang kita ambil, bisanya kita akan mengunggah hasilnya ke media sosial, baik itu Instagram, Youtube, facebook maupun media sosial lain. 

Ketika kita memosting sebuah foto atau video pastikan bahwa karya tersebut tidak akan merugikan orang lain, menyebar berita hoax, atau hal lain yang akan membuat karya kita tidak diterima dimasyarakat.

Beberapa etika di atas pastinya akan terdapat beberapa versi lain sesuai dengan apa yang ditangkap oleh fotografer atau videographer lain. Masih banyak etika lain yang tersirat dan belum saya sampaikan dalam artikel ini. 

Hanya beberapa hal yang sering terjadi dan dialami oleh banyak orang saja.

Jadi dapat disimpulkan bahwa etika bagi seorang fotografer maupun videografer terutama di media sosial sangatlah penting. Sudah sewajarnya jika kita sebagai fotografer atau videografer melaksanakan etika tersebut sehingga estetika karya kita menjadi lebih sempurna.

Sumber : *1 *2 *3 *4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun