Tak terasa sudah dua minggu umat Muslim berpuasa di Bulan Ramadhan ini. Dan dua minggu lagi umat Muslim akan merayakan hari kemenangan di Hari Raya Idul Fitri (Lebaran). Di Indonesia, sudah menjadi tradisi masyarakat untuk merayakan Lebaran di kampung halaman.
Masyarakat Indonesia yang tinggal perantauan dan kota-kota besar, akan pulang mudik ke daerahnya masing-masing. Mudik menjadi tradisi kolosal masyarakat Indonesia setiap tahunnya untuk berkumpul bersama keluarga merayakan Idul Fitri di kampung halaman.
Mudik ini pada dasarnya silaturahmi. Ketika sudah tiba di kampung halaman, umaat Muslim akan halal bihalal dengan sanak saudara, kerabat jauh dan teman-teman. Halal bihalal adalah tradisi saling memaafkan dan bersilaturahmi pada saat dan setelah Idul Fitri.
Ketika masih berpuasa di Ramadhan, pada sepuluh hari sebelum tiba Idul Fitri, selain dianjurkan itikaf (berdiam diri) di mesjid bagi para umat Muslim, justru hampir kebanyakan masyarakat Indonesia akan dan sedang melakukan perjalanan mudik. Mereka akan rela bepergian jauh dari perantauan ke kampung halamannya.
Masyarakat yang mudik akan rela mengeluarkan waktu, biaya dan tenaga untuk pulang mudik ke kampung halamannya. Berbagai jenis angkutan transportasi akan membawa para pemudik ke berbagai tujuan. Ada yang naik kapal laut. Ada yang terbang dengan pesawat. Ada yang naik bus, kereta api, mobil pribadi hingga sepeda motor. Bahkan mungkin bersepeda untuk yang jarak dekat saja.
Mudik bikin Pencemaran Udara Naik
Karena banyaknya pemudik yang pulang mudik dengan berbagai jenis kendaraan tersebut, diduga akan meningkatkan pencemaran udara dari emisi gas buang kendaraan bermotor tersebut. Emisi ini adalah pelepasan unsur kimia ke udara yang diakibatkan oleh aktivitas manusia  dari mengendarai kendaraan bermotor tersebut.
Udara akan tercemar dengan meningkatnya kandungan karbondioksida (CO2). Gas CO2 ini akan memerangkap panas di atmosfer sehingga akan menyebabkan suhu bumi menjadi panas. Kondisi ini dikenal dengan efek gas rumah kaca.
Jika sekarang ini, hawa udara terasa panas dan pengap, bisa jadi itu salah satu dampak dari meningkatnya CO2. Beberapa daerah di Indonesia yang terkenal hawa udaranya sejuk, sekarang pun sudah mulai terasa gerah udaranya, contohnya Kota Bandung.
Karena suhu udara naik, maka akan terjadi pemanasan global di muka bumi ini. Pemanasan global ini akan memicu terjadinya perubahan pola iklim dan cuaca, yaitu curah hujan, arah dan kecepatan angin dan sebagainya. Sehingga hujan sekarang ini sukar diprediksi dengan adanya perubahan iklim ekstrem itu.
Jejak Karbon, apakah itu?
Karena terjadi perubahan iklim yang ekstrem, maka aktitvias manusai sebagai salah satu penyebabnya harus bisa diketahui dan ditelusuri. Karena perubahan iklim ini dapat mengancam keberlangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini pada saat kini dana masa depan nanti.
Salah satu cara untuk mengetahui bukti adanya aktivitas manusia yang mempengaruhi iklim bisa berubah adalah dengan konsep "jejak karbon." Dikutip dari laman jejakkarbonku.id, jejak karbon adalah suatu ukuran jumlah total dari hasil emisi karbondioksida yang secara langsung maupun tidak langsung yang disebabkanoleh aktivitas atau akumulasi yang berlebihdari penggunaan suatu produk dalam kehidupan sehari-hari (Rosadi et. al, 2022).