Mohon tunggu...
Firdilla Kurnia
Firdilla Kurnia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Padjadjaran

MC

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sekarang Saatnya Bergerak Menghapus Keberadaan Para Buzzer

27 September 2022   19:16 Diperbarui: 27 September 2022   19:17 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini buzzer lebih dikenal sebagai aktor yang berdiri di belakang instrumen pemerintahan. Mereka bergerak untuk menyuarakan suatu kepentingan pesanan yang berbau politik. Padahal fungsi mereka tak lebih seperti sebuah alat penyebar informasi tertentu agar mudah mengundang atensi pengguna media sosial sehingga menciptakan sebuah trending baru. Cukup sebatas promotor sebuah produk.Tampaknya peran buzzer mempunyai potensi menggerakkan massa yang besar di ruang publik atau pun di dunia maya. Hal ini langsung disadari oleh beberapa kalangan untuk dimanfaatkan supaya bisa mendulang keuntungan. Sehingga banyak kita temukan ada buzzer yang begitu membela tokoh masyarakat/politik tertentu dengan cara 'menjilat' habis-habisan meski tokoh tersebut sudah bercitra buruk di mata khalayak banyak.

Berfrofesi menjadi buzzer tidaklah mudah namun masih saja banyak peminatnya. Bermodalkan retorika bicara yang melanggar kode etik ketidaksopanan atau 'cuitan' di twitter yang mengandung sensitivitas sebuah golongan, mereka bisa meraup bayaran tergantung tingkat kesulitan informasi dan target yang dipesan. Bisa saja mereka berhadapan dengan serangan dari warganet atau diproses ke ranah hukum.

Menghina, mengejek, dan memfitnah adalah sifat yang identik dengan buzzer zaman sekarang. Ketika sudah melancarkan aksinya lalu ramai diperbincangkan, secepat kilat postingan tersebut dihapus atau segera meralat ucapannya dan juga tak jarang malah berkelit. Namun, kejadian tersebut terus terulang seperti sudah menjadi tabiat buruk yang dipupuk subur.

Anehnya negara sudah memiliki jerat hukum untuk para penyebar hoax dalam UU ITE pada Pasal 28 ayat 1 dan dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat 1 UU 19/2016. Bahkan terdapat UU ITE Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik di media sosial. Akan tetapi, sejauh ini tidak ada tindakan berarti dari para penegak hukum untuk membuat efek jera pada para buzzer yang nakal itu.

Lalu kenapa para buzzer ini begitu dibenci sekali oleh masyarakat?

1. Buzzer politik menjadi aktor yang membranding black campaign calon pasangan lawan lainnya

Kehadiran buzzer di kalangan para partai politik sangatlah penting apalagi dalam penggalangan opini di dunia maya terhadap sebuah kepentingan/isu.

Buzzer marak digunakan sebagai strategi pemasaran yang baik. Terutama kampanye pada pemilu/pilkada. Tak tanggung para buzzer akan melakukan berbagai cara baik positif atau pun negatif demi partai politik yang diusung bisa naik ke atas kursi pemerintahan. Mereka akan berperan sebagai 'marketing' yang mem-branding pasangan calonnya sebaik mungkin agar terlihat layak untuk dipilih. Kemudian, melacarkan strategi licik untuk menjatuhkan lawan lainnya atau disebut black campaign.

Diperparah kegiatan kampanye para buzzer politik ini belum ditindak oleh penegak hukum dengan aturan khusus dan sebagian besar mereka memiliki akun anonim yang keberadaannya sulit dilacak.

Kita pasti pernah mendapati ketika masuknya musim pemilu/pilkada banyak postingan 'paslon' dari 'parpol' tertentu dipasang di sosial media. Postingan tersebut tak bedanya seperti baliho elektronik untuk menghimbau masyarakat agar mereka dipilih saat pemilihan nanti.

Tak sedikit berbagai komentar bertebaran yang berisi  dukungan-dukungan atau ujaran kebencian. Apabila ditelisik satu per satu akun tersebut akan terlihat seperti akun anonim saja. Kegiatan yang demikian sangat mengganggu sebab tidak sedikit memuncul pertikaian di media  sosial hingga menciptakan sebuah trending yang tidak penting. Bahkkan masyarakat akan merasa bimbang lalu termakan framing dalam memilih 'paslon' mana yang kompatibel untuk layak duduk di kursi parlemen. Jika yang naik adalah 'paslon' yang salah maka rakyat akan kena imbasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun