Mohon tunggu...
Firdha Putri Nadhiwa
Firdha Putri Nadhiwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya memiliki hobi menulis yang berkaitan dengan topik populer. Saya sangat menyukai konten yang berkaitan dengan lifestyle, bisnis, digital, dan masih banyak lagi.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mikroplastik: Darurat Limbah Masker, Keseimbangan Ekosistem Terancam

7 Juni 2022   08:43 Diperbarui: 7 Juni 2022   09:35 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mikroplastik adalah partikel-partikel plastik yang berupa potongan kecil dengan ukuran kurang dari 5 milimeter yang dapat mencemari ekosistem lingkungan. Mikroplastik dapat berasal dari sampah yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar, yang mayoritas merupakan sampah plastik. Misalnya kantong plastik yang digunakan untuk belanja, styrofoam, kertas minyak bungkus nasi, dan botol minuman plastik. Sampah tersebut kemudian mengalami penguraian membentuk sebuah fragmen. 

Berbagai gelombang Pandemi Covid-19 telah terlewati selama hampir 2 tahun, mulai dari varian Alpha, Delta, dan Omicron. Sejak awal Pandemi Covid-19, pemerintah menganjurkan masyarakat untuk memakai masker saat keluar rumah. Akibatnya, terjadi pelonjakan jumlah produksi masker, terutama masker sekali pakai di berbagai daerah. 

Dilansir dari Kompas.com, Rabu (25/05/22), berdasarkan hasil studi menyatakan bahwa sebanyak 129 miliar masker digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia setiap bulannya atau 180 juta setiap jam. Berdasarkan data Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI), limbah masker yang dihasilkan selama masa pandemi covid-19 mencapai 1,6 juta ton. 

Menurut Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan, 81% masyarakat selalu menggunakan masker saat keluar rumah. Namun, banyak masyarakat yang membuang sampah masker sekali pakai sembarangan. Hal tersebut menyebabkan adanya penumpukan sampah masker sekali pakai yang membawa ancaman besar bagi keseimbangan ekosistem. 

Apa Bahaya dari Penumpukan Limbah Masker? 

Limbah masker termasuk ke dalam Bahan Berbahaya Beracun (B3). Limbah masker mengandung jenis plastik polipropilen. Diperlukan waktu hingga berjuta-juta tahun untuk menguraikan sampah plastik. Limbah masker masih banyak yang menumpuk di tempat pembuangan sampah, yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah masker juga banyak yang masih menumpuk dan utuh di sungai yang dapat menyebabkan banjir serta pencemaran air. Bahkan, limbah masker tersebut mengaambang di sungai maupun lautan. 

Bagaimana Dampaknya terhadap Keseimbangan Ekosistem? 

Penumpukan limbah masker terbawa arus air hingga ke lautan perlu diwaspadai karena sudah terkontaminasi oleh sampah lainnya yang membawa virus dan bakteri. Masker yang mengandung mikroplastik membawa dampak buruk bagi keseimbangan ekosistem. Mikroplastik dapat menyebabkan terjadinya kolonisasi mikroba patogen. 

Mikroplastik yang dihasilkan dari limbah masker dapat menyebabkan adanya pencemaran air, udara, maupun tanah. Limbah masker yang menumpuk di sungai maupun lautan akan mencemari sungai maupun lautan tersebut. Bukan hanya itu, bahkan ekosistem dan makhluk hidup yang ada di dalamnya pun ikut mengalami dampaknya. Selain menyebabkan pencemaran air, mikroplastik juga dapat menyebabkan penurunan fungsi fisiologis pada zooplankton dan ikan-ikan yang berada di sungai yang dapat mengurangi jumlah populasinya. 

Mikroplastik yang dihasilkan dari limbah masker juga berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Dengan ukuran yang sangat kecil, mikroplastik dapat dengan mudah diserap oleh tubuh. Zat yang berada dalam mikroplastik tersebut dapat mengganggu sistem endokrin dan kekebalan tubuh. 

Dilansir dari Media Indonesia, George Leonard menyatakan bahwa limbah masker sangat berbahaya bagi makhluk laut. Ia mengatakan bahwa ketika plastik tersebut terurai, maka plastik akan membentuk partikel-partikel yang memasuki rantai makanan dan menyebabkan terancamnya keseimbangan seluruh ekosistem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun