Mohon tunggu...
Firdaus Juven MBA
Firdaus Juven MBA Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Money

Birokrasi Usaha di Indonesia

19 September 2017   11:27 Diperbarui: 19 September 2017   11:31 1364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah berjalan beberapa tahun dan sudah banyak kebijakan ekonomi dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong kemudahan berusaha di Indonesia yang akhirnya bisa memacu pertumbuhan ekonomi di Republik ini.

Salah satu kebijakan adalah terkait proses perizinan berusaha yang diharapkan bisa mempermudah memulai usaha di negeri ini.

Banyak izin usaha yang sudah mulai digratiskan di beberapa provinsi seperti di DKI Jakarta. Namun kebijakan di tiap provinsi cenderung berbeda dan tidak sinkron dengan prinsip kebijakan Pemerintah Pusat.

Misalnya, di beberapa provinsi, izin usaha masih boleh menggunakan alamat rumah tinggal, dan kebijakan ini terbukti efektif karena selain menghemat biaya, perusahaan juga cenderung tidak perlu kantor tersendiri demi alasan efisiensi. Apalagi di zaman serba internet seperti sekaran ini, aktivitas berusaha sudah semakin jarang dilakukan di kantor tertutup melainkan lebih banyak terjadi di luar kantor, seperti di cafe, di warung kopi dan mal. Semakin jarang pertemuan bisnis dilakukan di kantor karena kebiasaan di luar negeri juga sudah mulai seperti itu.

Negara Singapura misalnya, untuk mendirikan perusahaan, kita cukup mendaftar lewat satu kantor pelayanan terpadu bermana Accra dan setelah mendapat username serta password, kita bisa mendaftarkan nama perusahaan kita, lalu mentransfer biayanya lewat ATM atau bank. Kemudian izinnya bisa didownload via website dan tinggal dicetak printer sendiri. Beda dengan di Indonesia, karena kalau sistem ini diterapkan total, banyak Pegawai Negeri Sipil yang bakal menganggur dan dirumahkan. Padahal Hong Kong saja sudah menerapkan sistem demikian. Semua bisa dilakukan via internet dan didownload serta dicetak sendiri. Bohong jika alasan bahwa dokumen rentan dipalsukan karena keotentikan suatu dokumen perusahaan bukan ditentukan oleh siapa yang mencetaknya tapi oleh ketentuan apakah izin usahanya bener terdaftar dan bisa dicek secara online langsung via Internet.

Total jenderal biaya mengurus izin usaha di Singapura bisa dibilang nyaris Rupiah O (NOL) dan di Hong Kong, biaya pengurusannya juga tidak lebih dari rp 1 Juta saja.  Bagaimana dengan kewajiban perpajakan di negara tersebut ? Sangat mudah sekali. Sekali suatu perusahaan terdaftar secara online, maka otomatis ID Perusahaan tersebut juga berlaku sebagai NPWP untuk membayar pajak, mengurus fasilitas Beacukai dll. Coba bandingkan dengan Indonesia, untuk bisa ekspor dan impor, perusahaan harus mengurus NIK (Nomor Induk Kepabeanan) di Bea Cukai. Saya beberapa kali mengurus ekspor dan impor di Hong Kong, malah mereka tidak pernah tanya macam macam. Cukup Nomor Company registration dan perusahaan forwarders kita sudah mengatur semuanya. Sangat efisien sekali.

Kalau sudah sedemikian mudahnya, apa dipikir Pengusaha akan berkeberatan membayar biaya PNBP (setoran untuk Kas negara), dan biaya lainya yang resmi di HK ? Terbukti banyak pengusaha yang dengan senang hati membayar karena kewajiban yang dibarengi dengan kemudahan berbisnis ini menjadi satu alasan dan nilai tambah kenapa kita berbisnis di negara tersebut, walau sekedar numpang lewat.

Di Jakarta, kebijakan rumah tinggal tidak boleh dijadikan domisili bisnis, ini menjadi candaan pengusaha luar negeri. Di Hong Kong dan China kami sudah sering bertemu dengan pengusaha setempat yang berkantor di rumah susun, rumah sendiri, bahkan di gudang merangkap tempat tinggal mereka. Saat saya iseng tanya, apa Pemerintah mereka tidak melarang berusaha di rumah, jawabannya sungguh mengejutkan. Justru Pemerintah China sangat mendorong penduduknya untuk berbisnis. 

Berapa banyak pengusaha yang berbisnis lewat internet dan melakukannya di rumah tinggal, di ruang garasi sempit dan akhirnya berhasil ? Itu semua karena saat memulai usahanya, atau setelah berdirinya perusahaannya, semua biaya ditekan seefisien mungkin dan sehemat mungkin..  Sedangkan kita di Jakarta, akibat kebijakan rumah tinggal tidak boleh digunakan sebagai domisili usaha, maka kita harus menyewa ruko atau ruang kantor di virtual office yang tarifnya tidak murah. Minimal sekitar rp 3 Jutaan setahun. Belum lagi, kebijakan ini tidak didukung dengan kebijakan lainnya yakni, izin usaha yang menggunakan alamat virtual office di DKI Jakarta hanya berlaku satu tahun dan wajib diperpanjang. Sedangkan yang menggunakan ruko sewa, bisa berlaku seumur hidup.

Selain itu, ribetnya tumpukan perizinan usaha yang harus dimiliki untuk bisa berusaha di Indonesia, mulai dari Akta Notaris, Izin domisili, pendaftaran NPWP, Pendaftaran SIUP, Pendaftaran TDP (Tanda Daftar Perusahaan),  plus izin lainnya untuk operasional perusahaan - jelas tidak mungkin untuk mendapat semuanya jika tidak menghabiskan biaya berkisar rp 3 Juta hingga 12 juta. Makanya pengusaha muda dan pengusaha dadakan nyaris jarang muncul karena ribet dan mahalnya biaya perizinan tersebut. 

Padahal jika dipermudah atau dihapus sebagian besar perizinan usaha tersebut dan dirubah menjadi pendaftaran online dan langsung jadi, pasti akan tumbuh ratusan ribu usaha baru dalam tempo singkat dan bisa menjadi penggerak roda perekonomian yang sangat luar biasa.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun