Mohon tunggu...
Ahmad Firdaus
Ahmad Firdaus Mohon Tunggu... Administrasi - Ayah seorang putri cantik

Semua akan berlalu. Namun, cerita apa yang akan orang lain ceritakan tentangmu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sisi Lain Musik

20 September 2021   23:37 Diperbarui: 21 September 2021   00:11 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mengapa jarang sekali engkau mendengar orang-orang yang menempuh jalan rohani ikut dalam perdebatan, termasuk soal musik? Barangkali karena mereka beragama juga dengan mengolah rasa-perasaan rohaninya (dzauq).

Para Sufi, dan mistikus pada umumnya, menyadari kualitas suara musik dan fungsinya. Ikhwan al-Safa mengatakan musik tersusun dari elemen jasmani dan rohani dan karenanya musik bisa menspiritualkan yang material dan mematerikan yang spiritual. 

Ada wilayah-wilayah emosional tempat melodi bisa memberi inspirasi pada manusia, seperti rasa sesal, sedih, gembira, membangkitkan rasa berani, seperti ketika genderang ditabuh dalam peperangan, atau membangkitkan rasa cinta, kenangan, dan seterusnya.

Komposisi lagu tertentu dengan kata-kata tertentu yang bersumber dari kekuatan rohani bisa menyeret manusia ke dalam lautan rasanya. Al-Farabi, filsuf muslim dan musikus besar, diriwayatkan jika ia memainkan musik, pendengarnya akan tenggelam dalam kekuasaan musik yang ia mainkan.

Musik ditujukan pada wilayah rohani manusia, untuk membantu sufi menghubungkan dirinya dengan Yang Ilahi. Dan karena musik bisa merohanikan yang jasmaniah, beberapa guru sufi memanfaatkannya, dengan aturan dan rumusan tertentu, untuk mengantarkan seseorang ke dunia rohaniah, ke realitas ghaib.

Musik memberikan makna yang melampaui dunia yang terlihat, melampaui logika, rasionalitas, dan menyentuh dunia emosional dan spiritual. Jadi, makna musik berada di level supra-rasional. 

Para Sufi dalam tarekat Chistiyah memandang musik sebagai semacam penghubung, yang mengandung keindahan, kemegahan, keagungan yang tak berbentuk, tetapi mampu menyentuh hati seseorang dengan sangat kuat. 

Keindahan seni rupa atau lukis, atau seni arsitektur, misalnya, bisa mentransendensikan (merohanikan)  jiwa kita, tetapi semua itu punya bentuk; hanya musiklah yang punya kekuatan, pesona dan keindahan tetapi tanpa bentuk lahiriah. Dan karenanya, ia juga lebih dekat hubungannya dengan unsur nonlahiriah dalam diri manusia.

Syaikh Ahmad al-Ghazali menyatakan bahwa musik tak memasukkan sesuatu ke hatimu. Musik justru membangkitkan atau mengeluarkan sesuatu dari hal-hal yang kau simpan di hatimu. Kesedihan yang tak engkau pasrahkan, hanya kau tahan dan simpan dalam hati, akan muncul bila engkau mendengar, musik sedih misalnya.

Sekarang, apa yang terjadi jika semua rasa dan perasaan emosional dan kemelekatan duniawi telah engkau kembalikan kepada Tuhan, sehingga hati menjadi bersih dari segala sesuatu sehingga yang tersisa hanya Allah saja? 

Boleh jadi saat mendengar suara seruling, gesekan rebab, petikan gitar dan sitar, atau bahkan sekadar ketukan air hujan di atas tanah dan suara hembusan angin yang menerbangkan daun gugur, akan membuatmu gemetar bahagia karena Allah yang kau "simpan" di hatimu menampakkan DiriNya dari segi Keindahan dan KeagunganNya melalui musik/suara yang dianggap sebagai biasa saja oleh orang yang tak pernah menempuh perjalanan ke dalam dirinya sendiri.

Orang yang selalu mengolah rasa akan mendengar-Nya melalui apa saja (termasuk lewat musik) dengan telinga rohani, sebab bukankah Allah itu mutakalliman, selalu Berbicara. Kita saja yang tak mendengar Dia "Berbicara" kepada kita, memberi petunjuk kepada kita setiap saat karena Dia juga al-Hadi, Maha Memberi Petunjuk. 

Sejak kapan Dia berhenti memberi petunjuk? Tak pernah. Kitalah yang gagal mendengar petunjukNya karena sehari-hari lebih suka mendengar petunjuk dari nafsu, syahwat, sifat dan pikiran kita sendiri.

Dan demikianlah, saat telinga rohaninya terbuka, Maulana Rumi pun menari meluapkan cinta ketika mendengar suara pukulan seorang pandai besi yang menempa  besi yang membara.

Allah Hu Allah.

Wa Allahu a'lam

Mbah Nyutz

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun