Mohon tunggu...
FIRDAUS AGUNG
FIRDAUS AGUNG Mohon Tunggu... -

Firdaus Agung lahir di Pasuruan, 29 April 1985. Menempuh sekolah dasar hingga perguruan tinggi di Kota Malang, Jawa Timur. Saat ini bekerja sebagai Marketing Staff di Erlangga Publishing, Jakarta. Rutin menulis di weblog pribadi www.widjojodipo.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tangan

16 Desember 2010   10:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:40 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lulu, dengan tangannya yang mungil dan lengan bajunya yang dilipat, mencoba menggambar bros cantik pemberian mamanya. Sementara Abi, yang tampak paling antusias di antara teman-teman sekelasnya, membuat sketsa boneka Barbara Millicent Roberts alias Barbie. Di sudut kanan paling belakang Amang sibuk dengan gambar sepeda barunya. Sedangkan Rere, yang sedari tadi mondar-mandir mencari pinjaman pensil warna kepada teman-temannya, berusaha menyempurnakan lukisan meja belajarnya.

Siang itu, di salah satu ruang kelas yang sempit di sebuah SD di pinggiran kota, anak-anak mendapat tugas dari guru kesenian mereka. Bu Narni, guru paruh baya yang telah tumbuh satu-dua uban di kepalanya, meminta murid-murid untuk menggambar pemberian Tuhan yang paling berharga bagi mereka. Di akhir jam pelajaran, setelah semua pekerjaan siswanya dikumpulkan, satu per satu kertas gambar ia periksa. Sebagai hasil karya anak-anak kelas dua Sekolah Dasar tak ada satu pun di antara gambar-gambar tersebut yang tidak menarik. Ya, semuanya bagus dan menarik. Namun bagi Bu Narni, ada satu kertas gambar yang tampak janggal dan membuatnya penasaran.

Kertas gambar itu milik Ipul, murid baru yang pindah dari sekolah lamanya setelah kecelakaan hebat yang ia alami. Akibat kecelakaan itu kini Ipul menderita kelumpuhan permanen pada kaki kirinya. Tidak seperti teman-teman sebayanya yang riang dan lincah berlarian, ia harus berjalan tertatih-tatih dengan tongkat kayu buatan bapaknya sendiri. Bu Narni mungkin tidak terlalu memperhatikan ketika Ipul mengerjakan tugasnya. Namun yang pasti kertas gambar milik murid barunya itu kini telah ada di tangannya, dan itu membuatnya bertanya-tanya. Kertas gambar tersebut, dengan lukisan sebuah tangan yang amat sederhana, sulit untuk ia mengerti.

Terdorong rasa ingin tahu dan nalurinya sebagai pendidik Bu Narni pun menanyakan perihal gambar itu kepada si empunya. ”Tangan siapa yang kau gambar ini, Ipul?

Dengan malu-malu murid yang tak banyak bicara itu menjawab, ”Tangan Bu Guru.

Tapi, bukankah Ibu memintamu melukis pemberian Tuhan yang paling berharga, sayang?” Lanjut sang guru.

Tangan Ibu adalah pemberian Tuhan yang paling berharga bagi saya. Sebab setiap berangkat dan pulang sekolah tangan itulah yang dengan sabar menuntun saya menyeberangi jalan raya di depan sekolah.” Jawab Ipul mengakhiri percakapan.

Bu Narni terdiam sambil menahan haru. Ia tak menyangka, kebaikan kecil yang nyaris tanpa sadar ia lakukan ternyata cukup membekas di hati anak yang sering ia tolong.

(diadaptasi dari The Chicken Shoup for the Golden Soul)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun