Mohon tunggu...
Firdaus Ferdiansyah
Firdaus Ferdiansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Lagi asyik ngampus di universitas nomor satu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Singkat Pelanggaran HAM Pekerja Migran pada Sektor Perikanan

21 Mei 2020   13:56 Diperbarui: 21 Mei 2020   14:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabar pelarungan jenazah (buriel at sea) ABK WNI oleh kapal tiongkok yang sempat viral beberapa waktu yang lalu

Istilah fisheries crimes atau kejahatan perikanan muncul sebagai bentuk pelanggaran yang dilakukan dalam sektor perikanan seperti : pencurian ikan, penipuan dokumen, korupsi, penggelapan pajak, hingga perdagangan manusia.

Kejahatan perikanan tentunya akan mengancam kondisi dan iklim kerja yang berdampak pada ekosistem kelautan termasuk stok ikan di laut. Kondisi demikian akan sangat mempengaruhi kehidupan manusia dalam keamanan pangan dan perikanan yang berkelanjutan di seluruh dunia.

Awal Mula Kejadian (versi Kementrian Luar Negeri RI)

Sejak tanggal 14 April 2020, Kedutaan Besar Republik Indonesia Seoul telah menerima informasi mengenai adanya kapal Long Xin 605 dan kapal Tian Yu 8 yang masing masing berbendera Tiongkok akan berlabuh di Busan, Korea Selatan membawa Awak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia dan informasi mengenai adanya pekerja migran ABK Warga Negara Indonesia (WNI) yang meninggal dunia di kapal tersebut.

Dari penelurusan KBRI Seoul yang bekerjasama dengan pihak terkait, pada tanggal 23 April 2020 diperoleh informasi rinci mengenai hal hal sebagai berikut :

  • Kapal Long Xin 605 dan kapal Tian Yu 8 yang membawa 46 ABK WNI sempat berlabuh di Busan, Korea Selatan dan saat ini telah berlayar ke Tiongkok.
  • Kedua kapal tersebut sempat tertahan karena terdapat 35 ABK WNI yang tidak terdaftar di 2 kapal tersebut. Dalam laporan lain, secara rinci menyebutkan ada 15 WNI terdaftar di kapal Long Xin 629 dan 20 WNI terdaftar di kapal Long Xin 606.

Meskipun sama sama berbendera Tiongkok, hal ini justru menimbulkan pertanyaan bagaimana bisa ada sekitar 35 ABK WNI yang terdaftar di kapal Long Xin 629 dan kapal Long Xin 606 namun pada kenyataannya dibawa dan dipekerjakan oleh kapal Long Xin 605 dan kapal Tian Yu 8. Ini menimbulkan kecacatan administrasi yang berujung pada 35 ABK WNI tersebut dianggap sebagai penumpang dan bukan sebagai pekerja migran ABK WNI oleh otoritas pelabuhan Busan.

Informasi lain menyebutkan bahwa 8 orang ABK yang terdaftar di kapal Long Xin 605 dan 3 ABK yang terdaftar di kapal Tian Yu saat ini telah dipulangkan ke Indonesia pada tanggal 24 April 2020. 15 ABK yang terdaftar di kapal Lion Xin 629 dapat diturunkan dari kapal atas dasar kemanusiaan namun harus menjalani karantina selama 14 hari di salah satu hotel di Busan mengingat adanya pandemi COVID-19 ini.

Selain itu, 20 ABK lain yang terdaftar di kapal Long Xin 605, 18 diantaranya telah kembali ke Indonesia pada tanggal 3 Mei 2020 dan 2 lainnya masih dalam proses imigrasi Korea Selatan untuk segera dipulangkan ke Indonesia.

Dugaan Pelanggaran Terhadap Kejadian

Dalam peraturan ILO Seafarer's Service Regulations misalnya, pelarungan jenazah di laut diatur praktiknya dalam Pasal 30. Disebutkan, jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban.

Aturan itu memperbolehkan kapten kapal memutuskan melarung jenazah dalam kondisi, antara lain jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah, sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun