Mohon tunggu...
Firda Khoirunisa
Firda Khoirunisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

hallo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pilkada Banten sebagai Pembentuk Birokrasi Banten yang Baik

1 Desember 2020   10:10 Diperbarui: 1 Desember 2020   10:22 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Oleh : Firda Khoirunisa
Pada pilkada Banten 2006 terjadi politisasi birokrasi berupa dukungan birokrasi terhadap kemenangan pasangan yang bertahan dalam pilkada. Hal ini terlihat dari mutasi yang tidak mencerminkan aspek profesionalitas sebelum dan sesudah pemilu, melainkan hanya hubungan patrimonial antara mereka yang menjabat sebagai bos dan birokrat sebagai pelanggan. Indikator lainnya adalah pemanfaatan sumber daya lokal untuk membangun citra perusahaan incumbent. 

Situasi ini sulit diatasi karena cenderung berada di luar UU Pilkada dan juga lemahnya kewenangan Pilkada Panwas. Politisasi birokrasi semakin mengalienasikan aspirasi mereka untuk membangun birokrasi yang profesional. Politisasi birokrasi oleh incumbent, Ia memupuk budaya kolonial dan sistem yang korup, serta menghancurkan upaya membangun birokrasi yang profesional. 

Temuan lapangan pada Pilkada Banten 2006 memberikan alasan kuat bagi upaya intensif untuk memulihkan kenetralan pejabat. Dari temuan lapangan dapat disimpulkan bahwa politisasi birokrasi bersifat mutual yaitu hubungan yang saling mendukung baik secara politik maupun politik bagi birokrasi itu sendiri. Politik membutuhkan birokrasi sebagai mesin politik, dan birokrasi membutuhkan dukungan politisi untuk memulai karir. Oleh karena itu, setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan dalam konteks politik dan birokrasi.

Pertama, harus ada aturan yang lebih komprehensif untuk membatasi partisipasi birokrat dalam politik. Sanksi tidak hanya dijatuhkan kepada pejabat yang berkampanye dalam kegiatan resmi kampanye, namun Anda harus menghindari birokrat yang diam-diam mendukung kandidat. Kedua, sanksi perlu menjangkau partai-partai yang terbukti mempolitisasi birokrasi... 

Selama ini sanksi terhadap partai-partai yang termasuk pejabat dalam kampanye hanya mengakhiri kampanye, tentu saja sanksi tersebut sangat ringan dan cakupannya sangat sempit. Jika politisasi dilakukan oleh partai politik pada masa Orde Lama dan Kesepakatan Baru, maka politik dalam pemilihan langsung di era reformasi seringkali dipimpin oleh petahana yang memiliki kekuatan politik di luar partai politik, yang mungkin menjadi bukti kuat perkembangan raja-raja kecil di era otonomi daerah. 

menjadi raja dan birokrasi di tingkat lokal, tidak melayani masyarakat, Namun, dia berubah menjadi seorang punggawa yang melayani pejabat dalam hubungan patriarki. 

Loyalitas bukanlah bentuk komitmen terhadap institusi, melainkan loyalitas yang menyenangkan Hal ini membuka peluang terjadinya penyalahgunaan posisi dan sumber daya negara berupa dana atau peluang kemenangan pejabat, dalam konteks ini mendobrak sistem merit. Betapapun bagusnya prestasi seorang birokrat di daerah, bila ia tidak menunjukkan kesetiaan pribadi dalam bentuk dukungan politik kepada "bapak" atau "ibu", itu bisa dirampas.

Hal ini sangat personal dan menimbulkan kebiasaan informal, hal ini terlihat luar biasa pada petugas SOTK, terbukti dengan dicopotnya 14 staf dari tingkat prapemilu menyusul munculnya jabatan staf khusus untuk sekretaris daerah. Indikator kuat, Memang kekuasaan membutuhkan pejabat yang kooperatif dan setia untuk mencapai tujuan politiknya, tetapi masalah politisasi birokrasi tidak dapat ditangani hanya dalam konteks kepentingan politisi. 

Mendukung politik di Pilkada dianggap sebagai cara terbaik untuk mendapatkan promosi karier. Birokrat memahami bahwa nasib mereka ada di tangan para pemimpin politik. Memberikan dukungan pribadi dan bahkan memobilisasi sumber daya dapat menjadi alat terpenting untuk memajukan karier mereka, dan ternyata banyak petugas yang tidak memenuhi syarat untuk lembaga yang dipimpinnya. 

Arsitek waduk menjadi Kepala Dinas Pendidikan, mantan guru SD menjadi Kepala Biro Kepegawaian, dan yang paling menonjol, pada tahun 2006 Pilkada Banten menjadi Kepala Langsung Politisasi Birokrasi, 105 Namun masalah politisasi birokrasi, tidak bisa hanya diambil dalam konteks kepentingan politisi. 

Mendukung politik di Pilkada dianggap sebagai cara terbaik untuk mendapatkan promosi karier. Birokrat memahami bahwa nasib mereka ada di tangan para pemimpin politik. Memberikan dukungan pribadi dan bahkan memobilisasi sumber daya dapat menjadi alat terpenting untuk memajukan karir mereka, dan ternyata banyak petugas yang tidak memenuhi syarat untuk lembaga yang mereka pimpin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun