Mohon tunggu...
Firanissa
Firanissa Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa UIN SUSKA Riau

Jurusan Ilmu Administrasi Negara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sertifikasi Perkawinan, Perlukah?

22 November 2019   05:50 Diperbarui: 22 November 2019   06:05 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menko PMK Muhadjir Effendy mengeluarkan wacana kebijakan mengejutkan. Wacana itu ingin menerapkan sertifikasi perkawinan.

Melalui program ini, para calon mempelai nantinya diwajibkan untuk mengikuti kelas atau bimbingan pranikah untuk memperoleh sertifikat. Sertifikat ini nantinya akan dijadikan sebagai syarat perkawinan.

Melalui kelas bimbingan sertifikasi, calon suami-istri akan dibekali pengetahuan tentang kesehatan alat reproduksi, penyakit-penyakit berbahaya yang mungkin terjadi pada pasangan suami istri, hingga soal stunting.

Muhadjir mengatakan, program sertifikasi perkawinan ini baru akan dimulai tahun 2020 dengan lama kelas bimbingan 3 bulan.

Pertanyaannya, perlukah sertifikasi perkawinan ini? Lalu apa dampak yang muncul setelah kebijakan tersebut berlaku?

Sebenarnya program ini cukup bagus, dimana sertifikasi ini dimaksudkan untuk menambah dan membekali pengetahuan calon mempelai sebelum menikah. Namun, jangka waktu 3 bulan saya pikir cukup lama dan beresiko. Kenapa? 

3 bulan tertunda pernikahan sebelum mendapat sertifikat perkawinan. Berarti 3 bulan pula calon mempelai dapat terindikasi kegiatan yang melanggar syariat islam. Islam menyarankan untuk menyegerakan pernikahan setelah proses lamaran. Lantas apakah program ini berarti mendukung aktivitas yang sering kita sebut "pacaran" ?

Terlepas dari hal itu, tentu akan ada pro dan kontra. Jika pemerintah memang sudah mantap menetapkan peraturan seperti diatas,  saran saya sebaiknya waktu pelaksanaan nya jangan terlalu lama. Mungkin bisa dinpersingkat dan diefektifkan. Saya kira 1 bulan sudah cukup. Melihat bahwa mayoritas masyarakat indonesia beragama islam, tentu kami berharap pemerintah dapat membuat keputusan dan peraturan yang tidak melanggar batas- batas dan syariat (Islam). 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun