Mohon tunggu...
Fiqra Muhamad Nazib
Fiqra Muhamad Nazib Mohon Tunggu... Guru - AL-INSAN

Seorang mahasiswa di Universitas Garut dan seorang santri di Ponpes Al-Mubarak Salafiyyah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hukum Berbuka Puasa di Bulan Ramadan

17 April 2020   18:30 Diperbarui: 17 April 2020   20:12 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ramadhanwishes2015.blogspot.com

Puasa Ramadan merupakan salah satu rentetan ibadah yang wajib kita taati. Berbeda halnya dengan salat yang kita temui dikehidupan sehari-hari, puasa Ramadan hanya kita temui satu tahun sekali. Karena itu, jarang sekali pemahaman yang lebih dalam mengenai tatacara berpuasa yang baik entah karena tidak paham atau meremehkah. salah satunya adalah mengenai hukum berbuka pada saat puasa Ramadan. Sebagian muslim mungkin tidak mengetahui bahwa dalam keadaan tertentu kita dibolehkan berbuka dan keadaan tertentu tetap berpuasa di bulan ramadan. Untuk jelasnya terdapat beberapa hukum mengenai berbuka puasa di bulan Ramadan.

1. Wajib berbuka: bagi seorang wanita yang haid dan nifas, para ulama sepakat bahwa wanita yang sedang haid dan nifas haram untuk meneruskan   puasanya tetapi wajib untuk mengganti (قضاء). sebab wanita yang sedang haid dan nifas termasuk kategori tidak dibebankan untuk berpuasa.

2. Boleh berbuka: (a) bagi seseorang yang sakit yang dapat memberikan bahaya dengan menjalankan puasa. Jika sakitnya tidak membahayakan seperti sakit kepala, telinga dan gigi diharamkan untuk berbuka, kecuali ditakutkan penyakit tersebut bertambah maka boleh berbuka. Tetapi jika sakitnya benar-benar membahayakan maka wajib untuk berbuka. Bila mana seseorang tersebut meneruskan puasanya lalu mati, maka matinya dalam keadaan (عَاصِيًا) tidak taat (kashifatussyajah:121). Sebab Allah berfirman di dalam Q.S. Al-Baqarah: 195 :

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ     

Artinya : Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S Al-Baqarah:195) 

(b). seseorang yang bepergian dengan jarak tempuh yang bisa di qashar sekitar (80,640km) (Syarah al-taju al-jami lil usuli jilid 2:296). Disamping itu tidak bepergian untuk bertujuan maksiat. Menurut  Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati pengarang kitab I’anatuth Thalibin jilid 2 (2007:236) jika puasanya tidak memberikan kemadharatan bagi si musafir maka yang lebih baik adalah berpuasa.

(c) orang tua yang sudah pikun yang sudah tidak kuat untuk melaksanakan puasa maka boleh untuk tidak berpuasa dan tidak melaksanakan qadha tetapi wajib membayar fidyah satu hari sebesar 1 (mud) atau kurang lebih 0,6 kg atau 3/4 liter beras yang diberikan kepada fakir miskin.

(d) perempuan yang sedang hamil atau menyusui yang takut memberikan bahaya bagi dirinya saja atau dirinya dengan anaknya, maka boleh berbuka, tapi wajib melaksanakan (قضاء). Sedangkan jika perempuan yang sedang hamil atau menyusui berbuka karena takut membahayakan bagi anaknya saja seperti (takut keguguran atau kurang air susu yang membawa kurus anak) maka wajib untuk melaksanakan qadha dan membayar fidyah setiap harinya 1 (mud) (Syarqawi juj 1: 410).

3. tidak dihukumi wajib dan tidak dihukumi boleh: bagi orang gila  sebagaimana hadist Rasulullah Saw

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ

Artinya

Diangkat catatan/pena dari tiga golongan: orang gila sampai dia sadar, orang tidur hingga dia bangun dan anak kecil hingga dai baligh. (HR. Ahmad, Abu Daud dan tirmidzi)

4. haram berbuka bagi orang yang mengakhirkan qadha padahal mampu untuk melaksanakan qadha. Bilamana seseorang mengakhirkan qadha padahal mampu untuk melaksanakannya sampai datang bulan Ramadan selanjutnya serta melaksanakan puasa di bulan itu maka wajib untuk mengeluarkan fidyah 1 mud saja karena mengakhirkan qadha. Namun, bilamana seseorang mengakhirkan qadha padahal mampu untuk melaksanakannya sampai datang bulan Ramadan selanjutnya serta tidak melaksanakan puasa di bulan itu , lalu orang tersebut tiba-tiba meninggal maka wajib untuk mengeluarkan fidyah dari harta peninggalannya setiap harinya (2 mud) 1 mud karena keporotannya dan 1 mud karena mengakhirkan qadha I’anatuth Thalibin jilid 2 (2007:243).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun