Mohon tunggu...
Fiona Try
Fiona Try Mohon Tunggu... Jurnalis - S1 Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

When nothing is sure, everything is possible.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Online vs Offline, Siapa yang Mendominasi?

23 Maret 2021   01:19 Diperbarui: 23 Maret 2021   02:29 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:AsiaParentIndonesia.

Dimasa pandemi sekarang segala kebutuhan dan kegiatan sudah menjadi serba online, mulai dari pembayaran secara virtual, berbelanja kebutuhan rumah tangga secara online, membeli makan dengan aplikasi online, bahkan kini seluruh sekolah pun menjadi online. Ditambah lagi dibantu dengan dukungan teknologi dan aplikasi yang memadai untuk memudahkan kegiatan ini. Dengan demikian, belanja secara offline menjadi kurang diminati dimasa pandemi ini, selain untuk terhindar dari paparan virus kebanyakan masyarakat merasa dimudahkan dengan hadirnya aplikasi dan teknologi pendukung untuk tetap #StayAtHome. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat sepenuhnya menjadi engan berbelanja secara offline.

Hal ini menjadikan munculnya budaya populer yaitu online shopping dan memunculkan offline shopping menjadi sebuah subkultur. Budaya popular dan subkultur dalam hal ini maksudnya gimana sih , jika dianalisis dengan sudut pandang politik? simak sampai akhir yah!

Budaya populer itu apa sih?

Simplenya, budaya popular itu merupakan sebuah budaya yang dapat berubah rubah seiring perkembangan zaman. Karena budaya popular ini hadir akibat dari peminatan masyarakat yang tinggi akan suatu hal tertentu. Budaya populer juga dapat mempengaruhi banyak orang, terutama remaja, tanpa memandang ras, agama, status sosial, dll.

Storey (2003, h.10) mengambarkan  definisi subkultur  dalam 4 definisi. Pertama, budaya pop merupakan budaya yang menyenangkan dan disukai banyak orang. Kedua, budaya popular merupakan budaya sub standar dimana hal ini mengacu pada prakter budaya yang tidak memenuhi budaya tinggi. Singkatnya, budaya tinggi dimiliki oleh kaum elit dan kaum intelektual yang dapat melihat tinggi rendahnya karya budaya, sedangkan budaya pop dalam hal ini mengacu pada komersial (memiliki nilai jual) dampak dari produksi massal.  Contohnya film berkualitas, hiburan pop, dll. Ketiga, budaya pop merupakan budaya masa, karena budaya yang diproduksi oleh massa dan dikonsumsi oleh massa. Keempat, budaya popular merupakan pemikiran dari postmoderenisme.

Dalam hal ini, gambaran hubungan antara khalayak dan budaya populer dapat tercermin dalam fenomena belanja online. Sari (2015, h. 3) mengatakan bahwa, belanja online (online shopping) merupakan sarana atau toko untuk menawarkan barang dan jasa melalui internet sehingga pengunjung online dapat melihat barang-barang di toko online yang dapat kita lihat dengan foto atau vidio.

Lalu, subculture itu apa?

Secara sosiologi, subkultur adalah sekelompok orang yang memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan budaya orang tuanya. Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia, ras, ras, kelas sosial, jenis kelamin dan / atau jenis kelamin anggota, atau karena perbedaan estetika, agama, politik, dan jenis kelamin; atau kombinasi dari faktor-faktor ini (Hebdige, 1997)

Secara garis besar, subkultur dapat dikatakan sebagai suatu kelompok minoritas. Jika dikaitkan dengan berbelanja secara offline. Hal ini mengacu ada masyarakat yang cenderung masih lebih memilih berbelanja offline ketimbang online.

sudut pandang politiknya gimana?

Dengan demikian, jika menganalisis dengan sudut pandang politik. Hal yang paling disoroti disini adalah berbelanja secara online. Karena belanja secara online sering menimbulkan hak-hak para pembeli yang terabaikan misalnya, Mulai dari kecatatan barang, paket tidak sesuai atau bahkan tidak sampai dan lain sebagainya.  Bahkan kini data konsumen menjadi tidak privasi lagi karena data tersebut bisa saja diperjual belikan. Maka dari itu, terkadang cara paling aman untuk membeli barang adalah secara offline, meskipun terkadang barang yang kita inginkan tidak ada yang menjual di kota kita. Tapi kita bisa sesekali berbelanja secara online.

Daftar Pustaka

Hebdige, Dick (1979). Subculture: The Meaning of Style. London: Routledge. ISBN 0415039495

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun