Mohon tunggu...
Fiona Paw
Fiona Paw Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga

Mahasiswa yang menyukai pada hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berbahagia dengan Filosofi Stoicism

6 Juli 2022   05:32 Diperbarui: 6 Juli 2022   05:52 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kebahagiaan merupakan hal yang setiap orang impi-impikan dalam hidupnya. Semasa hidup di dunia ini, manusia akan menghadapi berbagai macam peristiwa yang mana dengan  itu akan mendatangkan rasa kebahagiaan ataupun sebaliknya, yaitu kesedihan. 

Namun dengan itu semua yang terjadi, manusia tetap akan melakukan apapun agar bisa mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya, karena tidak ada manusia satupun yang bahkan ingin mendapatkan kesedihan selama hidupnya.

Sejak dulu hingga sekarang kebahagiaan menjadi topik yang sering diperbincangkan, mulai dari para filsuf, agamawan, psikolog dan ilmuwan. 

Mereka memiliki definisinya masing-masing sesuai dengan sudut pandang yang mereka miliki, sehingga kata kebahagiaan memiliki definisi yang bersifat subjektif. Sebagaimana menurut Schammel, Ia menyatakan bahwa kebahagiaan merupakan  sebuah penilaian yang dilakukan oleh individu terhadap keseluruhan kualitas hidup yang dimilikinya.

Stoikisme adalah filsafat dan cara hidup. Dalam stoikisme keunggulan salah satunya, melatih kita untuk dapat fokus bahkan dalam situasi yang paling mengganggu, untuk dapat mengabaikan apa pun dan segalanya bahkan kematian yang merayap sehingga kita mengunci apa yang penting. Filsafat kaum Stoa, atau Stoisisme, didirikan oleh seorang filsuf Yunani Kuno yang bernama Zeno. 

Kunci kebahagiaan bagi Stoa adalah kita dihindarkan dari nafsu-nafsu yang tidak jelas, kecanduan pada sesuatu, rasa murka, kehilangan kendali, rasa dendam, kecemasan yang obsesif, rasa kesal yang berlebihan, takut dan rasa senang-nikmat. 

Kaum Stoa menempatkan kebahagiaan dalam ketenangan batin (peace of mind) dan bukan dalam sesuatu hal yang eksternal. Kebahagiaan khas Stoa diupayakan melalui latihan sehari-hari. 

Latihan ini bertujuan untuk membebaskan jiwa dari “penyakit jiwa”, seperti emosi-emosi yang negatif. Tidak sedikit orang-orang merasakan rasa khawatir atau mencemaskan terhadap hidupnya, maupun itu kekhawatiran terkait pendidikan, hubungan (relationship), pekerjaan atau bisnis, finansial, kesehatan dan banyak lagi. 

Stoisisme juga mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari “things we can control” atau hal-hal yang ada dibawah kendali kita. Dapat dikatakan bahwa kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan dan kedamaian sejati kepada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. 

Bagi para filsuf Stoa, bergantung pada kebahagiaan pada hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, seperti opini orang lain, perlakuan, kekayaan dan lainnya adalah tidak rasional. Jika kita hanya merasakan kebahagiaan pada sesuatu yang diluar kontrol kita sama saja dengan memberikan secara sukarela kebahagiaan dan kedamaian hidup kita kepada orang lain. 

Pemikiran atau opini orang lain terhadap kita termasuk pada sesuatu yang tidak bisa kita kontrol atau kendalikan dan tidak bisa membuat kita bahagia. 

Mengapa demikian? Tidak sedikit orang yang selalu mengikuti pendapat orang lain terhadap kita yang mana dengan mengikuti pendapat orang lain secara terus menerus tidak membedakan kita dengan budak. 

Pendapat orang lain sudah termasuk diluar kontrol kita dan jika kita menggantungkan kebahagiaan pada sesuatu yang tidak bisa kontrol akan beresiko merasakan kekecewaan, seperti kita mengikuti pendapat orang lain terus menerus. Saat kita terus menerus ingin menyenangkan orang lain, memenuhi ekspektasi mereka, mendapatkan validasi dari orang lain, tanpa sadar kita sudah diperbudak oleh pendapat orang lain.

Pada filosofi ini, mengajarkan untuk dapat hidup tenang dan bebas dari emosi negatif yang mana memicu kebahagiaan dengan berpikir menggunakan nalar atau rasio. 

Sederhananya, emosi negatif ini dipicu oleh pemikiran kita sendiri yang mengubah interpretasi menjadi negatif. Namun ternyata, kebahagiaan bisa lebih mudah untuk diperoleh tanpa mengesampingkan nalar dengan menerapkan Filosofi Stoisisme ini. 

Dengan mempelajari filosofi ini, hidup akan menjadi lebih tenang karena tidak mudah terpengaruh oleh emosi negatif dan selalu berkepala dingin layaknya manusia yang memiliki akal sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun