Â
"Berhenti!" Pekik seorang lelaki bertubuh kekar, berwajah garang, dan sebuah bedil digenggamnya erat-erat. Jaket jeans yang dipakainya hanya sebatas kamuflase dari tugasnya sebagai Intelegen Negara. Tapi sungguh sayang, sekelas intel sekalipun tak mampu mengejar kecepatan lari seorang target operasinya tersebut. Â Â Â Â
      "Dor-dor-dor," tiga kali bertahap suara tembakan bedil mengudara. Telunjuknya masih menempel pada pelatuk, dan tetap membidik ke arah langit. Peluru yang telah melesat tinggi, membentuk sebuah simbol perhatian agar seseorang yang dikejarnya itu segera berhenti berlari, kemudian menyerahkan diri. Namun tampaknya, suara tembakan itu tidak membuahkan hasil apa-apa.
Sial! Sial! Sial!
Tangan kirinya menyibakan pohon-pohon jagung, seraya menekan pelatuk berkali-kali, sampai tabung pelurunya kosong tak terkendali. Dan ia kembali mengejar target operasinya yang berhasil meloloskan diri.
      Seperti iklan-iklan yang belakangan ini ramai di berbagai stasiun televisi. 'Stop Narkoba! Jauhi Narkoba! Selalu Dekatlah Dengan Keluarga! Di setiap pelosok-pelosok desa pun sudah banyak orang yang memakainya. Terkadang ada saja oknum yang tergiur pada keuntungan penjualan aneka jenisnya.
      "Maaf, sepertinya di sini kami tidak menyediakan tempat persembunyian." Ujar seorang lelaki, layaknya sudah berkepala lima. Mematung di ruang tengah rumah miliknya. Bersama perempuan yang ikut terkejut melihat pemuda yang bersembunyi di balik pintu rumah mereka. Nampak ketakutan. Dan pemuda itu pun menoleh ke arah mereka berdua, sembari menutup kembali gorden yang dibukanya sedikit-sedikit. Saat sedang mengintip seseorang yang mengejarnya.
      "Tok-tok-tok," pintu diketuk. "Assalamu'alaikum," seorang lelaki menyapa rumah yang satu-satunya berada di tepi kebun jagung.
      "Wa'alaikumussalam." Sahut pemilik rumah, seraya membukakan pintu.
      "Apa bapak melihat seorang pemuda memakai seragam SMA lewat sini?" Tanyanya tanpa berbasa-basi. Sementara bapak pemilik rumah itu pun memasang wajah polos. Seakan-akan tidak pernah melihat pemuda itu, yang telah mengganggu aktivitas makan siangnya.
      "Dari tadi saya sedang makan sama istri saya, pak. Jadi tidak sempat memerhatikan seseorang yang melintas di depan rumah." Jawabnya sambil menampan piring makan.
Seorang intel itu pun kebingungan.