Mohon tunggu...
Fina Idarotus Saadah
Fina Idarotus Saadah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya

S1 Bimbingan dan Konseling - Fakultas Ilmu Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Salurkan Emosi Lewat Tulisan

16 November 2022   19:40 Diperbarui: 16 November 2022   19:43 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://forwardwithfun.com/

Halo Sobat Kompasiana!

Pernahkan kamu ketika sedang emosi, namun sulit untuk menceritakan kepada orang lain? Atau tidak punya orang lain yang dipercaya? Atau mungkin lebih sering memendamnya sendiri?

Tahukah kamu bahwa memendam emosi secara terus-menerus bisa berakibat pada kesehatan mental?!

Emosi didefinisikan sebagai perasaan atau afeksi dalam diri yang memiliki beberapa komponen yakni ketergugahan fisiologis, pengalaman sadar, dan ekspresi berperilaku. Memendam emosi dapat membuat seseorang mengalami kecemasan, stress, hingga depresi. Maka dari itu, emosi yang negatif harus diluapkan secara tepat, baik dan sehat. Yang dimaksud emosi bukan hanya ketika sedang marah, lho!

Menurut Daniel Goleman (2009: 411), seorang psikolog terkenal di dunia untuk teorinya tentang kecerdasan emosional (EI) mengemukakan beberapa macam emosi, yaitu: Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, takut, waspada, tidak tenang, ngeri.

Tak sedikit orang ketika sedang emosi akan melakukan hal-hal yang negatif. Misalnya, mengabaikan orang lain, melempar barang di sekitar, berbicara dengan nada tinggi, bahkan melukai diri sendiri. Dari banyaknya bentuk emosi, tidak semua orang bisa menerima dengan ikhlas dan lapang dada. Sebagian dari mereka lebih memilih memendamnya sendiri.

Salah satu cara tepat dan efektif untuk meluapkan emosi adalah dengan menulis. Iya menulis, tulis tentang apa saja yang sedang dirasakan, apa adanya. Lebih tepatnya seperti kita menulis dalam buku diary. Ketika sedang marah, kesal, sedih, senang, apapun itu. Menulis tidak melulu tentang hal-hal puitis dan kalimat indah. Tidak perlu khawatir tentang kaidah kebahasaannya, tanpa memikirkan tanda baca atau kata bakunya, yang penting tulis saja keluh kesah yang mengganggu pikiran kita.

https://kaboompics.com/
https://kaboompics.com/

Misalnya, “Hari ini aku bahagia banget, si A notice dan nyapa aku. Suaranya, senyumnya, tatapannya wahh hahahah. blablabla… Terimakasih tuhan buat hari ini”.

“Kecewa dan sedih banget, hari ini aku masih belum bisa dapetin medali itu. Kapan yah aku bisa naik panggung membawa trophy itu, blablabla…”.

Menuangkan perasaan lewat tulisan banyak dilakukan untuk mendapatkan ketenangan walaupun nantinya sambil nangis atau tertawa sendiri, its ok. Kegiatan menulis sebagai kebiasaan agar kita bisa melepaskan segala beban yang kita rasakan dan merasa lega, kita bisa bebas menceritakan sesuatu, bebas berekspresi dengan kata-kata sendiri. Dengan menulis kita bisa menjadi seseorang yang selalu jujur kepada diri sendiri tentang perasaan yang sedang dialami. Terkadang jikalau kita bercerita langsung kepada seseorang, pasti ada saja hal-hal yang masih terasa sulit untuk jujur diungkapkan karena berbagai alasan, entah itu malu atau takut tidak terjaga kerahasiaannya. Menulis juga akan membuat kita lebih kreatif dan bisa memahami permasalahan yang dihadapi, sehingga bisa segera menyelesaikannnya. Ketika kita menulis apa yang kita rasakan, kita jadi bisa lebih mengenal diri kita sendiri. Apa yang membuat kita sedih, senang, kecewa, marah, dan sebagainya.

Dari penelitian salah seorang Psikolog di New South Wales University  menyebutkan bahwa saat kita menulis peristiwa yang penuh emosi, tekanan, dan hal traumatis, maka kita dapat merasa lebih baik dibandingkan kita menulis topik netral yang tidak melibatkan sisi emosional.

James W. Pennebaker, seorang psikolog yang mempelajari masalah remaja, mengatakan sebaiknya kita perlu menulis selama 15 sampai 20 menit per sesi. Lebih baik lagi jika memiliki 5 sesi menulis dalam sehari. Sehingga, perasaan kita selama sehari ini bisa dituangkan ke dalam tulisan.

Severine Balon dan Bernard Rime (2015) melakukan penelitian untuk menemukan perbedaan substantif antara berbagi emosi secara sosial (melalui bahasa) dan tulisan ekspresif.

Dalam studi pertama, 92 peserta berbicara dengan peneliti dan menulis tentang pengalaman emosional mereka sendiri. Dalam studi kedua, setelah menonton film yang menyebabkan emosi, 112 peserta diminta untuk menuliskan perasaan mereka atau mengungkapkan perasaan mereka dengan berbicara sendiri dengan perekam suara, orang tidak dikenal, atau orang yang akrab.

Secara konsisten, hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa tulis memiliki proporsi kata-kata emosional yang lebih tinggi daripada bahasa lisan. Penggunaan kata ganti orang, nada emosional, dan proporsi kata kognitif juga tampaknya bervariasi sesuai dengan mode ekspresi dan sifat tujuan naratif.

Lewat menulis, memungkinkan orang untuk mengekspresikan perasaan mereka lebih bebas daripada berbicara. Menulis dapat menghilangkan rasa takut dan khawatir bahwa orang lain akan mengetahui hal-hal buruk yang kita coba sembunyikan. Oleh karena itu, seseorang lebih ekspresif dan dapat dengan bebas mengekspresikan keadaan emosinya melalui tulisan.

Kita bisa membaca ulang tulisan kita dan mencari cara penyelesaiannya. Suatu saat nanti, tulisan itu bisa jadi kenangan jika kita menyimpannya bahwa kita pernah merasakan hal-hal yang mengganggu pikiran kita dan bisa menyelesaikannya.

Ayo coba tuangkan perasaanmu dan mulai menulis!

Luapkan emosi dengan cara tepat, mental jadi sehat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun