Mohon tunggu...
AGUS PUJI PURNOMO
AGUS PUJI PURNOMO Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Melalui mereka aku memahami. Melaluiku Mereka bisa memahami. Semoga kegiatan pemahaman ini memberi inspirasi yang mencerahkan kami

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keyakinan

26 Desember 2010   13:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:22 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12933689851897812810

Keyakinan adalah wujud keadaan pikiran yang menegaskan kenyataan tanpa keraguan dengan melepas kondisi yang samar melalui kejelasan putusan sebagai klaim menyadari suatu perkara. Keadaan yang merupakan bentuk kondisi psikologis yang juga direspon keterkaitannya secara biologis, selanjutnya putusan diaktualkan dalam bentuk perilaku sebagai pembuktian lahiriah mengenai keyakinannya Keadaan pikiran yang meyakini dapat dicapai dengan berbagai cara/pendekatan baik argumentasi dan penalaran, praktek dan emansipatoris diri terhadap pemaknaan atau cara yang tak bisa atau sulit di abstraksikan (diukur/dijabarkan) tetapi yang jelas membentuk putusan atas sesuatu hal di dalam diri. Bagaimanapun berbagai metode pendekatan keadaan tersebut, kebenarannya ditentukan oleh kenyataan yang ada, yakni fakta realitas sebagai pembukti kebenaran yang di yakini. Dikarenakan keyakinan yang benar bukanlah sekedar keadaan tertentu dari tubuh dan atau pikiran tetapi memiliki pertalian dengan kenyataan luar yang memiliki korelasi kesesuaian dan lain halnya jika obyek yang diketahui merupakan unitas dengan subjek kesadaran sendiri.  Lebih lanjutnya, keyakinan yg benar belumlah tentu dapat digolongkan sebagai pengetahuan bagi subyek yang meyakininya. Tidak sekedar obyek yang diketahui dalam bentuk gagasan memiliki kesesuaian dengan fakta yang ada lalu kemudian di yakini tetapi juga kebenaran proses tindak mengetahui. Hal ini berkaitan dengan sikap mental dalam konteks pengenalan terhadap obyek yang diketahui oleh manusia selaku subjek yang mengetahui (berkesadaran) sebagai pemilik pengetahuan. Lebih jelasnya kita ambil contoh sbb: Informasi pengamatan mengenai waktu pada suatu jam yang tanpa di sadari jam tersebut tidak berjalan (mati) tetapi kebetulan melihatnya pada waktu yang tepat (waktu jam = waktu real ketika melihat). Tentu terdapat informasi yang benar tentang waktu tetapi subjek individu yang mengetahui tidak terkategori memiliki pengetahuan. Karena pada dasarnya berpengetahuan adalah tindak mengetahui yang melibatkan subjek diri yang mengetahui perolehan maksud dibalik obyek tersebut, yakni melebihi sebuah informasi yang benar tetapi memahami perolehan kebenaran atas informasi tersebut. Memahami kebenaran atas perolehan pengetahuan yang dimaksud dengan informasi tersebut yakni dengan mengetahui bahwa waktu benar secara real memang ditunjukan oleh aktivitas jam tersebut bukan karena kebenaran atas kebetulan jam yang mati terlihat pada saat yang tepat. jika demikian keyakinan atas putusan sebuah pengetahuan waktu adalah kebetulan yakni ada faktor tidak menyadari bahwa jam tesebut adalah sedang mati ketika terlihat. Yang ingin disampaikan adalah terdapat sebuah persyaratan ketika mengklaim pengetahuan, selain memiliki kebenaran atas apa-apa sebagai milik (kesadaran)nya dengan kesesuaiannya dengan sebenarnya juga memahami proses kepemilikannya. Jika tidak, klaim tersebut bisa jadi bentuk kebetulan atau sangkaan yang memang ternyata benar. Dari perspektif keyakinan si pengklaim pengetahuan ini adalah memiliki keyakinan yang benar tetapi tidak diakui atas kepemilikannya. Dengan kata lain ia tidak tergolong sebagai orang yang memiliki atas pengetahuan tersebut. Keyakinan bisa salah dan benar, meskipun benar tetapi tidak memiliki proses yang benar dalam bentuk keyakinannya maka status kepemilikannya adalah tidak syah. Seseorang tidak akan diakui sebagai pemilik suatu barang hanya karena mampu menuturkan informasi yang berkaitan dengan barang tersebut tetapi melewati proses dalam kegiatan kepemilikannya. Artinya sebuah keyakinan yang benar belumlah tentu subjek yang melakukan tindak keyakinan tergolong sebagai pemilik pengetahuan, terkecuali mampu mempertanggunggjawabkan dengan menjelaskan apa apa yang terkait dalam proses kepemilikannya. Dalam contoh di atas adalah dapat mengurai asal-usul klaim informasi mengenai waktu yang telah diketahui. Dengan begitu ia mampu berkata bahwa informasi waktu adalah benar (sesuai dgn real) tetapi perolehannya tidaklah sesuai dengan yang dimaksud. Uraian contoh diatas memberi penjelasan adanya istilah keyakinan yang benar dan dibenarkan yakni bentuk keyakinan yang tidak sekedar dibenarkan oleh acuan obyeknya tetapi dibenarkan dalam perolehan (epistemology)-nya krn tanpanya suatu klaim keyakinan tidaklah terbebas dari suatu persangkaan, dugaan atau bahkan ikut-ikutan karena dorongan yang tidak jelas asal-usulnya atau perasaan yang muncul dengan tidak memiliki dasar proses contohnya doktrin yang telah ditanamkan terlebih dahulu tanpa sebuah kritis kesadaran sehingga mempengaruhi putusan yang tanpa disadari menjadikannya aksioma dasar pembentuk kondisi keyakinannya tanpa melalui proses sebuah analisa (rasio) dan pemaknaan (rasa) yang benar.Artinya meskipun keadaan putusan diri sebagai keyakinan yang memang menunjukan kondisi keadaan sebenarnya tetapi tidak memiliki proses alur relasi yang terbentuk, ini menyebabkan terbentuk keyakinan yang benar tidak dibenarkan dimana subjek yang mengklaim mengetahui tidak memiliki pengetahuan. Edit terakhir  24/12/2010 by group FaceBook "Epistemology" http://www.facebook.com/group.php?gid=211301605081#!/group.php?gid=211301605081&v=info

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun