Mohon tunggu...
Filinia Gusti
Filinia Gusti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Sabai Nan Aluih

9 Februari 2016   16:45 Diperbarui: 9 Februari 2016   17:46 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabai Nan aluih adalah seorang seorang gadis yang tinggal di hilir sungai Batang Agam di daerah Padang Tarok yang airnya jernih. Dia tinggal dengan kedua orang tuanya yaitu ayahnya yang bernama Rajo Babanding dan ibunya yang bernama Sadun Saribai beserta adik laki-lakinya yaitu Mangkutak Alam. Keluarga ini tinggal di sebuah rumah bergojong atau berujung empat diatasnya.

Adik Sabai Nan Aluih yaitu Mangkutak Alam mempunyai wajah yang tampan, dia selalu dimanjakan oleh ayahnya, ke mana pun pergi ia selalu diajak dan merupakan anak kebanggaan.  Namun dia anak yang sedikit penakut. Sedangkan kakaknya Sabai Nan Aluih berwajah cantik, lembut, rajin dan sering membantu ibunya. Waktu luang dimanfaatkannya untuk membuat renda dan menenun.  Renda adalah salah satu kain yang dipakai untuk acara pernikahan di minang dan menenun adalah salah satu kegitan yang digemari oleh perempuan di masa tersebut. Kecantikan Sabai Nan Aluih ini bahkan didengar sampai ke kampung-kampung lain di daerah Padang Tarok.

Suatu ketika seorang saudagar kaya yang bernama Rajo Nan Panjang baru kembali dari rantau, dia orang yang kaya dan disegani di kampungnya yang bernama kampung  Situjuh. Dia juga seorang lelaki yang sudah berusia paruh baya. Kabar tentang kecantikan Sabai Nan Aluih ini terdengar olehnya. Karena ia adalah orang yang disegani di kampungnya dia berkeinginan untuk menyunting Sabai Nan Aluih yang masih gadis itu. Dia mengirim anak buahnya sebagai utusan untuk melamar Sabai. Rajo Babanding yaitu ayah Sabai menolak lamaran itu karena dia tahu, Rajo Nan Panjang berusia sebaya dengannya, dan juga bersifat sombong, mata keranjang dan selalu membanggakan akan kekayaan dan harta bendanya. Katakan pada majikanmu, bahwa aku menolak lamarannya, dan Sabai belum mau berumah tangga! Berkata Rajo Babanding kepada utusan Rajo Nan Panjang.

Setelah itu pulanglah anak buah Rajo Nan Panjang ke rumah tuannya dan menyanpaikan pesan dari Rajo Babanding, mendengar pesan tersebut Rajo Nan Panjang yang berwatak keras merasa tersinggung atas penolakan ini. Setelah itu Beberapa hari kemudian ia sendiri yang datang ke rumah Rajo Babanding untuk melamar Sabai Nan Aluih, tetapi tetap ditolak dengan alasan Sabai nan Aluih belum mau berumah tangga. Rajo Babanding, kau telah menolak lamaranku untuk menyunting putrimu, Sabai. Itu artinya kau menghinaku dan sebagai orang yang disegani di kampung Situjuh, aku tak terima ini dan engkau akan menerima akibatnya. Ancam Rajo Nan Panjang sambil menunjukkan tangannya ke arah muka Rajo Babanding.namun mendengar ancaman ini Rajo Babanding tidak sedikit pun merasa takut dan dia berkata kau kira saya takut dengan ancamanmu itu !, baik bagaimana kalau kita bertanding?. kalau itu yang kau mau baiklah, dimana? Tanya Rajo Nan Panjang. Di Padang Panahunan hari minggu. Jawab ayah Sabai. Lalu Rajo Nan Panjang pergi dengan angkuhnya berjalan keluar dari rumah Sabai. Dalam perkara ini sebenarnya yang dimaksud dengan bertanding adalah adu kesaktian dengan silat dan tanpa senjata apa pun.

Sabai yang berada di balik pintu sejak awal, hatinya merasa gusar mendengar persiteruan itu karena ia pernah bermimpi kalau lumbung padinya terbakar jadi arang, kerbau-kerbaunya yang berada di kandang dicuri orang, dan ayam aduannya disambar elang. Tanpa lama berpikir Sabai langsung menceritakan mimpinya itu kepada ayahnya. Anakku Sabai, mimpimu itu berarti baik. Lumbung terbakar berarti padi akan segera dipanen, kerbau dicuri orang berarti ternak kita akan bertambah, ayam disambar elang itu artinya Mangkutak Alam adikmu akan dilamar orang. Demikian jawab Rajo Babanding sambil mengelus rambut putrinya itu untuk menenangkan pikiran gusar Sabai Nan Aluih.

Ketika hari yang ditentukan tiba untuk bertanding pergilah Rajo Babanding ke Padang Panahunan yang biasa dipakai untuk adu kesaktian itu, dia pergi tidak sendiri tapi ditemani seseorang untuk berjaga-jaga bila Rajo Nan Panjang berbuat curang tapi dia tetapi  sendiri yang akan  melawan Rajo Nan Panjang. Temannya ini adalah seorang pembantu setianya yang bernama Palimo Parang Tagok. Sesampainya di Padang Panahunan, ternyata Rajo Nan Panjang sudah berada di sana terlebih dahulu bersama para pengawalnya. Rajo Nan Kongkong, Lompong Bertuah, dan Panglimo Banda Dalam. lalu dia berkata kepada pengawalnya, Hai pengawalku, kuperingatkan kepadamu. Jangan sekali-kali memandang remeh Rajo Babanding. Meskipun ia Nampak lembut, ia cukup mahir dalam bermain silat dan hatinya tegar sekeras batu karang, berhati-hatilah!. Tukas Rajo Nan Panjang kepada ketiga pengawalnya itu.

Tak lama berselang waktu, tanpa berkata apa-apa kedua belah pihak saling berdekatan, pertarungan tak bisa dielakkan lagi mereka saling mengeluarkan teknik silat mereka dan Rajo Nan Panjang menyerang namun Rajo Babanding hanya mengelak dari serangan tersebut dan akhirnya dia mulai meyerang Rajo Nan Panjang, lalu Rajo Nan Panjang  terluka dan terjatuh dari tumpuan kakinya, rebah ditanah tanpa banyak pikir dia langsung berteriak kepada salah satu pengawalnya, Nan Kongkong, Kenapa kau diam saja? Segera tembakkan senapanmu!. Mendengar perintah dari tuannya Nan Kongkong yang berada di balik semak-semak mengarahkan senapannya ke arah Rajo Babanding, suara letusan senapan pun berdentam dari balik semak-semak dan mengenai Rajo Babanding, seketika dia terjatuh ke tanah dan dan berlumuran darah, sementara itu seorang pengembala ternak menyaksikan kejadian tersebut dan segera dia menyampaikan kejadian itu kepada Sabai Nan Aluih. Mendengar berita itu Sabai sangat terkejut. Ternyata firasat akan mimpi buruknya menjadi kenyataan. Pada saat itu Mangkutak Alam adik Sabai datang, Hai, Mangkutak. Mari kita ke Padang Panahunan, ayah kita terluka parah dan sudah meninggal karena tertembak senapan di dadanya. berkata Sabai kepada adiknya Mangkutak Alam.

Oh, kak. Aku tak mau ikut, aku sungguh takut mati. Bukankah aku akan segera menikah? Jawab Mangkutak tidak peduli sama sekali dengan keadaan ayahnya.
Percuma kau menjadi laki-laki. Kau sungguh pengecut! Bentak Sabai kepada adiknya sambil mengambil senapan di dalam kamar ayahnya. Kemudian iapun berlari ke Padang Panahunan untuk membalas kematian ayahnya yang terbunuh oleh Nan Kongkong pengawal Rajo Nan Panjang. Mangkutak Alam hanya menatap saja, diam seribu bahasa memandang kepergian Sabai kakaknya.

Di tengah-tengah perjalanan Sabai di kaki bukit ilalang, Sabai berpapasan dengan Rajo Nan Panjang dan pengawalnya. Ha...ha...ha... Sabai! Kebetulan sekali. Aku ingin menjemputmu untuk aku lamar. Ternyata engkau datang sendiri!. Kata Rajo Nan Panjang.
Hai, tua bangka yang tak tahu malu. Kau telah membunuh ayahku dengan cara pengecut! Dasar bedebah!. Kata Sabai. Lancang sekali mulutmu, Sabai, Kau akan menyesal seperti ayahmu nanti! Mati tertembak senapan ini!, sambil menepuk-nepuk senapan di tangannya.
Oh... jadi kau telah membunuh ayahku yang tidak bersenjata itu. Sungguh kau manusia bedebah. Padahal ayahku tak bersenjata, kau sungguh licik!. Sambil mengarahkan senapannya ke wajah laki-laki itu. Dan bunyi senapan Sabai pun berdentam beberapa kali membuat tubuh laki-laki sombong, mata keranjang terjerambab ke tanah. Tewas seketika. Para pengawal Rajo Nan Panjang setelah melihat majikannya tewas hanya terperangah. Beberapa saat kemudian Nan Kongkong mengajak temannya pergi sambil berucap, Untuk apa membela orang yang sudah mati. Orang mati tentu tak bisa membayar kita.

Itulah cerita tentang gadis dari tanah minang yang pemberani dalam menghadapi masalah keluarganya.walaupun adik laki-lakinya penakut dia tidak terpengaruh dan tetap teguh untuk melawan para lelaki yang jahat yang hanya mementingkan keinginannya sendiri. Dan kita sebagai manusia haruslah jujur dalam berpikir, bertindak karena dimanapun pada akhirnya yang jujurlah yang menang. Walaupun Rajo Babanding meninggal, tapi hajad Rajo Nan Panjang untuk mempersunting Sabai Nan Aluih tidak kesampaian, apalah daya walaupun didalam pertarung dia menang tapi  dia menang dengan cara licik. Tetap dianggap kalah. jadi dapat kta simpulkan bahwa perempuan minang itu ada yang di sebut sebagai bundo kanduang karena keberaniannya, tutur kata dan lain sebagainya di masa mudanya.

 Nilai moral, agama, dan budaya dari cerita ulang diatas adalah :

    1. moral

Dapat kita simpulkan dari cerita diatas adalah nilai moral yang jelek dari tokoh Rajo Nan Panjang, dia selalu mementingkan dirinya sendiri dengan beralasan orang yang paling kaya dan disegani di kampungnya. sedangkan nilai moral dari tokoh Sabai Nan Aluih adalah nilai moral yang baik, yaitu mengajarkan kita untuk berani menghadapi permasalahan hidup. sedangkan nilai moral dari adik Sabai Nan Aluih adalah masih nilai yang buruk yaitu penakut, seharusnya kita jangan menjadi orang yang penakut, sebab orang yang penakut itu tidak dapat dihandalkan dalam urusan menghadapi masalah.

    2. agama

Dari cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa, nilai agama di cerita ini tidak begitu terlihat, yaitu dibuktikan dengan tokoh yang masih mengandalkan kekuatan ilmu dalamnya, yaitu si Rajo Babanding dalam bertanding melawan Rajo Nan Panjang.

    3. budaya

Dari cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa budaya merantau sudah ada sejak dulu, yaitu dibuktikan dengan pulangnya Rajo Nan Panjang dari rantau, dan sampai sekarang hal tersebut masih dilakukan oleh orang minang.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun