Mohon tunggu...
De Kils Difa
De Kils Difa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat

Berkarya Tiada BAtaS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Luka] Senyum Mematikan

11 November 2018   12:43 Diperbarui: 11 November 2018   13:29 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:galanghistory.blogspot.com

Bagaikan dalam sinetron, aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan ia bersanding dengan seorang pemuda tinggi, tampan,  pintar tanpa brengosan. Wajah keduanya mengembang senyum pada setiap orang yang menghampiri dan memberinya ucapan selamat. Pun demikian dengan kedua orang tuanya. Kebahagiaan memancar dari wajah polos dan sederhana orang tua dari kampung. Adik laki-laki dan kakak perempuannya tak henti-hentinya memuja-muji kedua insan yang baru saja bertemu ini setelah di pisahkan jarak dan waktu karena karier masing-masing.

Baju kebesaran yang ia kenakan khusus untuk perayaan  hari kelulusan, terasa cocok dengan penampilan pemuda yang berpakaian koko 'gaul' dengan sinar wajah kalem nan bersahaja.

Aku terpaku. Ingin menghampiri tapi tak ada nyali. Sekuntum bunga mawar yang ku persiapkan sebagai ucapan selamat atas kelulusannya layu tak bergairah. Aku membuangnya. Beberapa pasang mata yang menatap aneh tak kuhiraukan. Biarlah.

Hampir setengah jam aku menikmati kesendirian dalam suasana ramai suka cita di sekitar. Kedua mata terpaku pada senyum yang masih mengembang pada pemuda dan orang lain di sekitarnya. Hingga tak kusadari kehadiran seseorang di sampingku.

"Hai Karto, udah lama? kok bengong aja ...! udah ketemu Mike belum?"

 "Udah tadi, ini lagi nunggu teman yang lain." Ucapku dengan memainkan menggaruk-garuk kepala.

Ia mengangguk dan mengajak untuk menemani menemui wanita yang dari tadi kuperhatikan dari jauh. Aku menolaknya. Kuucapkan terima kasih dan mohon diri untuk menunggu teman di luar gedung saja.

Keningnya berkerut dengan sikapku yang demikian. Sebelum lebih jauh kecurigaanya, aku pamit dan keluar gedung. Kudengar teriakan ia memanggil. Aku tak menggubris. Setengah berlari aku menuju parkir dan menyalakan motor kesayangan serta memain-mainkan gas motor dengan keras lantas pergi dengan kecepatan tinggi.

Semua orang di luar menyaksikan. Aku masa bodoh. Entah benar atau tidak pada penglihatanku dari kaca spion, aku melihat ia berlari dan mencoba menghampiri dengan memanggil namaku. Namun, karena emosi dan rasa malu, aku pergi begitu saja.

Di atas motor, pikiranku mengawang kembali dalam gedung. Bayangan wajah dan senyum pemuda disampingnya, menghampiri lantas menari-menari. Aku tersiksa.

Kesal, marah, iri dan cemburu menjadi satu. Bisikan-bisikan tak jelas masuk dalam telinga. Memperparah perasaan. Aku muak lantas teriak sekencangnya di atas motor. Tali gas kutarik sekencang-kencangnya. Tak kuhiraukan penghuni jalan raya. Makian demi makian yang terlontar dari sesama pengguna jalan terdengar lantang dari semua penjuru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun