Mohon tunggu...
Fikri Haekal Akbar
Fikri Haekal Akbar Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin

Fikri Haekal Akbar merupakan penulis buku "Mahastudent: Mahasiswa dengan Segala Keresahannya".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Krisis Otoritas Guru: Ketika Menegur Murid Berujung Pidana

2 November 2024   13:36 Diperbarui: 2 November 2024   13:37 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Bing Images

Fenomena guru yang dilaporkan bahkan dipidana hanya karena menegur murid kini menjadi sorotan tajam di masyarakat. Bayangkan, seorang guru yang bertujuan untuk mendisiplinkan atau memberi nasihat kepada muridnya demi kepentingan pendidikan justru harus berakhir di meja hijau, menghadapi proses hukum yang panjang dan melelahkan. Fenomena ini memunculkan banyak pertanyaan dan kekhawatiran: mengapa bisa terjadi seperti ini? Apakah posisi guru sebagai pendidik kini semakin terancam?

Terdapat sejumlah kasus di Indonesia yang menunjukkan betapa rentannya posisi seorang guru dalam menjalankan tugas mendidik. Salah satu contoh yang nyata adalah peristiwa di sebuah sekolah dasar di Konawe Selatan, di mana seorang guru SD bernama Supriyani (37) ditahan setelah dilaporkan oleh orang tua murid hanya karena menegur siswa yang nakal. Tujuan sang guru sebenarnya adalah untuk mengingatkan dan mendidik murid agar disiplin. Namun, teguran yang diniatkan sebagai bentuk pembinaan tersebut berbalik menjadi masalah hukum, dengan guru yang akhirnya harus menjalani proses hukum yang melelahkan. Kasus ini bukan hanya memakan waktu, tetapi juga menguras energi dan mental guru yang seharusnya fokus pada pengembangan siswa.

Bagi banyak guru, menegur murid adalah bagian integral dari tanggung jawab profesional mereka. Menegur atau mendisiplinkan murid dilakukan dengan maksud baik, yaitu untuk mendidik, mengarahkan, dan memperbaiki perilaku siswa agar mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, dengan semakin seringnya kasus guru yang dilaporkan atau bahkan diproses hukum hanya karena memberikan teguran, banyak guru kini merasa ragu-ragu dan khawatir. Pertanyaan yang muncul di benak mereka adalah: apakah lebih baik mendiamkan kesalahan siswa demi menghindari masalah yang lebih besar? Perasaan bahwa otoritas mereka sebagai pendidik direnggut atau semakin dilemahkan menjadi salah satu kekhawatiran utama.

Di sisi lain, pandangan orang tua pun beragam. Beberapa orang tua merasa bahwa menegur secara keras dapat berdampak buruk pada kondisi mental dan emosional anak. Mereka lebih mendukung pendekatan pendidikan yang lebih lembut, komunikatif, dan dialogis. Akan tetapi, ada juga sebagian orang tua yang merasa bahwa hak anak mereka dilanggar sehingga memilih untuk membawa masalah ini ke ranah hukum. Meskipun mereka berniat melindungi anak, tindakan hukum ini seringkali justru memperkeruh suasana dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi guru dan pihak sekolah. Bagaimana dengan murid? Murid mungkin merasa lebih terlindungi, tetapi mereka juga bisa kehilangan rasa hormat terhadap otoritas dan kedisiplinan yang dijalankan oleh guru.

Fenomena ini membawa konsekuensi yang tidak sepele bagi dunia pendidikan. Pertama, kualitas pendidikan di sekolah-sekolah bisa terancam menurun. Ketika guru merasa khawatir atau bahkan terancam dengan kemungkinan laporan hukum, mereka mungkin memilih untuk tidak lagi memberikan teguran atau arahan disiplin yang penting bagi perkembangan karakter siswa. Akibatnya, murid berpotensi kehilangan bimbingan dan arahan yang seharusnya mereka dapatkan. Kedua, suasana belajar di sekolah menjadi tidak kondusif. Guru dan murid merasa harus saling berhati-hati, yang pada akhirnya dapat mengurangi efektivitas proses belajar-mengajar. Lingkungan pendidikan yang seharusnya aman, penuh rasa saling menghormati, berubah menjadi lingkungan yang penuh dengan rasa waspada dan kekhawatiran.

Lantas, bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi persoalan ini? Pertama-tama, diperlukan regulasi yang jelas dan tegas mengenai batasan serta hak guru dalam menjalankan tugas mendisiplinkan murid. Guru perlu diberikan perlindungan hukum yang memadai selama mereka bertindak dalam batas profesionalisme. Langkah ini penting agar guru merasa aman dan percaya diri dalam menjalankan perannya sebagai pendidik. Kedua, komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua harus ditingkatkan secara signifikan. Dengan komunikasi yang baik dan terbuka, orang tua diharapkan lebih memahami niat serta tujuan dari tindakan yang diambil oleh guru terhadap anak mereka, sehingga dapat mencegah kesalahpahaman yang berpotensi berujung pada tindakan hukum.

Pada akhirnya, membangun kembali otoritas dan posisi guru sebagai pendidik adalah tanggung jawab bersama. Guru, orang tua, dan murid harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, aman, dan saling menghormati. Masyarakat perlu menyadari bahwa tindakan mendisiplinkan siswa bukanlah sebuah ancaman, melainkan bagian dari proses pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter dan kepribadian siswa menjadi lebih baik. Sebuah kerjasama yang harmonis dan rasa saling pengertian antara semua pihak dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan suasana pendidikan yang kondusif.

Krisis otoritas guru dalam mendisiplinkan siswa adalah persoalan serius yang membutuhkan perhatian dan penanganan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, hingga masyarakat. Menegur siswa seharusnya tidak berujung pada ancaman pidana, tetapi dipandang sebagai langkah positif dalam pendidikan. Melalui pemahaman bersama dan kerjasama yang baik, kita dapat membangun lingkungan belajar yang aman, kondusif, dan mendukung perkembangan optimal bagi semua siswa di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun