Mohon tunggu...
Fikri Hadi
Fikri Hadi Mohon Tunggu... Dosen - Instagram / Twitter: @fikrihadi13

Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya || Sekjen Persatuan Al-Ihsan. Mari turut berpartisipasi dalam membangun pendidikan, sosial, ekonomi umat di Persatuan Al-Ihsan.

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Dua Tahun Kedaruratan Kesehatan di Indonesia

7 April 2022   10:26 Diperbarui: 7 April 2022   10:31 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dalam konferensi pers, Selasa (31/3/2020) di Istana Bogor. Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan Status Kedaruratan Kesehatan untuk Indonesia. Sumber : Kompas TV

31 Maret 2022, tepat dua tahun Indonesia pada situasi kedaruratan kesehatan yang disebabkan adanya pandemi COVID-19 di Indonesia. Situasi kedaruratan kesehatan tersebut dimulai sejak adanya penetapan kedaruratan kesehatan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Bila kita flashback ke masa-masa awal pandemi di Indonesia, berbagai problematika yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan pun muncul. Dari sisi hukum, walaupun sejumlah undang-undang yang terkait dengan penanganan wabah, kebencanaan maupun kekarantinaan kesehatan telah ada, namun ternyata peraturan teknis dari undang-undang tersebut banyak yang belum dibuat, sehingga terdapat perdebatan - salah satunya mengenai mengenai istilah lockdown, karantina wilayah ataupun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dari sisi kesehatan. Sejak adanya pandemi barulah Indonesia menyadari bahwa kita masih sangat lemah terhadap aspek kesehatan -- salah satunya mengenai produksi alat kesehatan di Indonesia. Hal ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya, karena Pemerintah terfokus pada pertumbuhan ekonomi berupa investasi, kemandirian manufaktur dan pangan. Tidak pernah terbayangkan mengenai pentingnya produksi alat dan fasilitas kesehatan di Indonesia. Akibatnya pada waktu itu, kita harus sampai berebutan untuk mencari oksigen, ventilator, vaksin bahkan tempat tidur. Pemerintah sendiri berjuang mati-matian untuk mendapatkan bantuan alat kesehatan tersebut dari negara lain.

Dari sisi ekonomi. Di awal masa pandemi, adanya berbagai pembatasan membuat masyarakat banyak kehilangan mata pencaharian. Bahkan di tengah masyarakat muncul istilah "lebih baik keluar rumah demi mencari nafkah walaupun terpapar COVID-19, daripada berdiam diri di rumah, mati kelaparan". Dari problematika tersebut juga memunculkan aspek kelemahan kita di bidang pendataan penduduk dan birokrasi. Hal ini dikarenakan data penduduk yang tidak sinkron, tidak ter-update, tidak sesuai, bahkan tidak terdata. Bahkan rumitnya birokrasi juga menyebabkan banyak masyarakat yang tidak mendapat bantuan sosial atau masyarakat

Pada intinya, kita tampak gagap, shock, bahkan tidak siap di masa awal ketika menghadapi pandemi COVID-19 di Indonesia. Namun hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Di negara lain pun mengalami hal yang demikian. Tidak ada yang membayangkan bahwa akan terjadi suatu wabah yang mendunia, menyebar secara cepat dan mematikan. Intinya, tak satupun negara yang siap menghadapi pandemi COVID-19.

Kedaruratan Kesehatan Dari Sudut Pandang Yang Berbeda

Pandemi COVID-19 di Indonesia memang telah menciptakan berbagai problematika. Namun bukan berarti semuanya harus dilihat secara negatif. Bila merujuk pada ayat dalam Al-Qur'an, "bersama kesulitan, ada kemudahan". Pun demikian halnya dengan situasi kedaruratan kesehatan akibat COVID-19 di Indonesia.

Dari sudut pandang teknologi. Dengan adanya pandemi COVID-19, istilah bekerja dan belajar dari rumah menjadi sangat populer. Orang-orang bisa bekerja, belajar dan bertatap muka menggunakan kecanggihan teknologi terkini. Penggunaan media seperti Zoom dan Google Meet menjadi kian masif dan meningkat. Masyarakat mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan budaya baru, cara-cara baru, dunia baru dalam digital sebagaimana revolusi industri 4.0 yang sangat mengandalkan dunia siber. Pada akhirnya, program digitalisasi yang dicanangkan oleh Pemerintah sejak lama, baik untuk pelayanan publik maupun pada berbagai aspek perkehidupan masyarakat seperti e-commerce dapat terealisasi dikarenakan keadaan.

Dari sudut pandang kesehatan. Dengan adanya pandemi COVID-19, Indonesia mulai melakukan reformasi bidang kesehatan. Di antaranya seperti pengadaan alat kesehatan dalam negeri, pembuatan vaksin dalam negeri hingga membangun Rumah Sakit berskala Internasional di Bali, sehingga masyarakat Indonesia tidak perlu lagi berobat ke luar negeri. Singkatnya, berdikari di bidang kesehatan mulai direalisasikan.

Dari sudut pandang pertumbuhan ekonomi. Terkait hal ini, terdapat hal yang menarik pada tahun pertama COVID-19. Sektor-sektor industri, investasi, manufaktur dan sebagainya yang berbasis di daerah perkotaan atau daerah industri mengalami kontraksi. Namun, beberapa sektor justru mengalami surplus pada masa pandemi ini. Berdasarkan data BPS, sektor yang menjadi penyumbang tertinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II 2020 adalah pertanian di mana PDB pertanian tumbuh 16,24 persen pada triwulan-II 2020 (q to q), sementara secara year on year tumbuh 2,19 persen. 'Pertanian', 'Petani', 'Agraris' dan sebagainya. Kelompok yang biasa termarjinalkan, dianggap kelompok bawah, justru kini menjadi tulang punggung pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal ini menyadarkan kita bahwa potensi kita sebagai negara agraris tidak boleh dihilangkan dengan alasan mengubah menjadi negara industri. Keduanya harus dikolaborasikan. Akhirnya, Pemerintah kian menggencarkan pembangunan food estate di berbagai daerah (saya pernah menulis mengenai hal ini secara khusus di Kompasiana dengan judul "Petani yang Kini Menjadi Penyangga Tatanan Indonesia").

Dari sudut pandang sosial, pandemi telah memperkuat hubungan sesama masyarakat setelah sempat terpecah akibat Pemilu 2019. Berbagai program ataupun inisiasi untuk saling berbagi, saling peduli, saling membantu di masyarakat untuk sama-sama menghadapi pandemi -- baik itu program yang diinisiasi oleh Pemerintah seperti Jogo Tonggo di Jawa Tengah, maupun program atas inisiatif masyarakat secara mandiri.

Berbagai hal-hal positif tersebut di atas sangat mendukung dalam rangka pemulihan situasi di Indonesia pasca pandemi COVID-19.

Kedaruratan Kesehatan : Perlukah Di Cabut?

Salah satu hal yang menjadi pertanyaan pasca dua tahun sejak diberlakukannya kedaruratan kesehatan di Indonesia ialah "apakah perlu situasi kedaruratan kesehatan yang telah ditetapkan  Presiden tersebut dicabut?". Salah satu hal yang menjadi landasan wacana tersebut ialah adanya rencana Pemerintah untuk menjadikan COVID-19 dari pandemi menjadi endemi.

Namun bila melihat situasi global dan masyarakat Indonesia itu sendiri, seyogyanya saat ini status kedaruratan kesehatan di Indonesia tidak perlu buru-buru untuk dicabut. Setidaknya terdapat 3 (tiga) alasan yang mendasari hal tersebut.

Pertama, organisasi kesehatan dunia -- WHO masih belum mengubah status COVID-19 dari pandemi ke endemi.

Kedua, kasus positif COVID-19 di beberapa negara justru masih tinggi dan beberapa sempat mengalami peningkatan. Sebagai contoh di Korea Selatan, Vietnam, Jerman, dan yang terbaru adalah Tiongkok yang mana salah satu pusat bisnisnya - yakni Shanghai harus melakukan lockdown akibat lonjakan kasus COVID-19.

Ketiga, dari kultur masyarakat Indonesia itu sendiri. Dikhawatirkan terdapat kesalahpahaman di tengah masyarakat yang mengartikan bahwa dicabutnya status kedaruratan kesehatan berarti COVID-19 sudah hilang sehingga masyarakat bisa kembali hidup bebas seperti sebelum adanya pandemi. Masyarakat tidak lagi peduli pada protokol kesehatan, bahkan tidak mau mengikuti program vaksinasi booster. Hal ini berkaca ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dicabut dan diganti dengan (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) PPKM di awal 2021. Masyarakat tampak terjebak pada euphoria seolah-olah COVID-19 sudah hilang. Protokol kesehatan ketika itu diabaikan. Akibatnya, pertengahan 2021, angka positif dan kematian COVID-19 melonjak tajam dikarenakan adanya varian Delta. Kita tentu tidak ingin hal serupa terjadi kembali.

Banyak pembelajaran yang dapat dipetik selama situasi kedaruratan kesehatan di Indonesia. Kita berharap, dua tahun situasi kedaruratan kesehatan akibat pandemi COVID-19 dapat menjadi pembelajaran baik bagi Pemerintah, maupun segenap elemen masyarakat dalam menghadapi situasi kedaruratan yang dimungkinkan terjadi di masa yang akan datang. Mari bersama menyongsong Indonesia Bangkit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun