Mohon tunggu...
Fikri Haikal
Fikri Haikal Mohon Tunggu... Atlet - f.haikal

hanyasekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sumpah Pemuda dan Nasionalisme

16 Oktober 2021   06:59 Diperbarui: 16 Oktober 2021   07:05 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Nasionalisme manjadi maslah yang fundamentalbagi sebuah negara. Negara tetangganya akan sulit jika suatu negara emilikikarakter primordial yang prulalistic, seperti halnya indonesia. Terlebih satu fakta egara, pada hakikatnya merupakan hasil social contract, secara intrinsik mengandung potensi-potensi desintregasi. Dengan demikian, dalam proses menjadi indonesia akan selalu terdapat pressing faktor yang dapat memicu perpecahan kemanapun.

Klaim terhadap "NKRI Harga Mati" belakangan ini belum di maknai secara subtansi. Pengakuan seperti ini tidak lain merupakan hasil dari politik homogenisiasi, bahkan dengan cara-cara seperti ini sebenarnya dapat menyulut konflik di tengah masyarakat hal tersebut mengakibatkan harmonisasi keberagaman dalam nilai-nilai pancasila tidak perlu betul-betull menciptakan realitas historis, melainkan agenda penyeragaman sebagai syarat beban kepentingan. Jika kita coba memaknai bangsa, kebangsaan dan nasionalisme maka penjelasan yang paling ideal dengan mengadopsi konsep Benedict Anderson, yakni imagined community (komunitas terbayang). Bagi ben, bangsa bukanlah merupakan suatu yang real, melainkan hanya sesuatu yng terbayang. Penjelasan mengenai kebangsaan (nasionalisme) di bentuk dari imajinasi kolektif yang yang mengikat orang yang di satukan sebgai sebuah bangsa atas persamaan nasib, identitas, darah, ideologi, dan kepentingan. Terbentuknya gagasan nasionalisme di kalangan pemuda dan lahirnya sumpah pemuda berawal dari imajinasi kolektif ini.

Nasionalisme di Era Milenial

 

Perjalan sejarah bangsa indonesia adalahh sejarah anak muda. Pernyataan ini tidaklah berlebihan jika melihat fakta sejarah bahwa dalam seriap peristiwa besar yang di alami oleh bangsa melibatkan pemuda. Lihat saja kebangkitan nasional 1908, sumpah pemuda 1928, proklamasi 1945, revolusi 1966, serta reformasi 1998. Artinya meskipun masih muda kaum mlenial, nasionalisme tidak cukup dengan hana mengenal tokoh tokoh pahlaan dan hanya memahami sejarah. Hal tersebut di karenakan keberjhasilan-keberhasilan perjuangan kaum muda terdahulu akan membentuk perasaan romantisme kajayaan masa lalu yang akan menurunkan daya krisis milenial sekarang.

Nasionalisme bagi generasi milenial sekarang mungkin bukan termasuk hal fundamental yang mesti di bahas dan di maknasi kembali. Konsentrasi milenial hariini di sebuki dengan traveling, diskover the word, dan beburu konten untuk mengisi feed instagram. Hal tersebutt di rasa lebih bergunna dari pada membahas mengenai HAM di papua, empati terhadap konflik agrairan di kadeng, kriminalisasi masyarakat adat perusakan hutan di kalimantan, dan sebagainya yang dampaknya tidak terlalu terasa bagi kaum milenial sekarang.

Sejarah mencatat bahwa, dobrakan besar gerakan kaum milenial adalah reformasi 22 tahun yang lalu. Belajar dari sejarah, bahwa setiap orang ada masanya dan setiap masa ada oarangnya. Milenial era perjuangan tetangganya adalah kolonialisme, sedangkan milenial pasca 66 tantangannya adalah rezim otoritarian. Oleh karena itu, bagai mana milenial kini mampu mengidentifikasi dan contribute mendobrak kejumudan yang sedang melanda bangsa indonesia hari ini.dengan demikian dalam memaknai kembali peringatan sumpah pemuda, penulis berharap seluruh generasi milenial dapat kembali membentuk kesadaran baru menurut apa yang kita identifikasikan sebgai challege (tantangan) bangsa indonesia. Satu hal pasti bahwa keberagaman adalah kekuatan utama kita guna menciptakan kembali perubahan dan mengukir sejarah pemuda dan bangsanan gemilang. Dan muda mudi bagi generrasi milenial teruslah berjuang bersama rakyat dan ciptakan sejarah untuk membuat perubahan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun