Mohon tunggu...
Ahmad Dzulfikri
Ahmad Dzulfikri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa hukum keluarga

Mahasiswa hukum keluarga fakultas syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif HAM terhadap Pernikahan Paksa

16 Oktober 2021   12:10 Diperbarui: 16 Oktober 2021   12:15 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia di ciptakan di cptakan oleh allah dengan hubungan laki-laki dan perempuan melalui pernikahan sebagai jaminan menjaga populasi manusia. Adanya dorongfan syahwat yang terpendam dalam diri manusia, sehingga akan berfikir tentang pernikahan. Laki-laki dan perempuan di ikat oleh allah dengan ikatan cina dan kasih sayang, maka alur kehidupan akan terus berlanjut dari generasi ke generasi.
Pernikahan adalah seuatu yang sakral bagi manusia yang menjalaninya, pernikahan memiliki tujuan untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis dan dapat mewujudkan suasana yang bahagia sehingga terwujud ketenangan serta kenyamanan bagi seluruh anggota keluarga.
Perkawinan dilakukan dengan cara yang baik, tanpa adanya suatu paksaan, baik dari orang tua maupun pihak lain. Agama Islam memberikan aturan-aturan, di antaranya perkawinan dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan, pertimbangan maupun kerelaan dari calon mempelai dan tidak ada paksaan. Sedangkan menurut Hak Asasi Manusia pasal 16 UDHR ayat 2 yang berbunyi bahwa pernikahan dianggap terjadi hanya dengan persetujuan yang bebas sepenuhnya dari kedua belah pihak calon mempelai.
Dalam konteks ini  Bagaimana perspektif  Hak Asasi Manusia (HAM) tentang pernikahan paksa?
 Perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) tentang pemaksaan perkawinan yang dilakukan oleh wali mujbi, dalam Hak Asasi Manusia pasal 16 UDHR ayat 2 yang berbunyi bahwa pernikahan dianggap terjadi hanya dengan persetujuan yang bebas sepenuhnya dari kedua belah pihak calon mempelai. Dalam hukum Islam sendiri memberikan sebuah konsep atau aturan-aturan yang ada, di antaranya perkawinan dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan, pertimbangan maupun kerelaan dari calon mempelai dan tidak ada paksaan. Sedangkan dalam Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan prinsip-prinsip kemanusian yang tidak boleh dilanggar demi meletakkan derajat manusia pada posisi yang sebenarnya.
Pernikahan paksa merupakan sesuatu yang sangat mustahil untuk dilaksanakan apapun landasannya, apabila melihat dari hukum yang secara prinsip tidak mengakui hak ijbar wali. Dalam peraturan pemerintah pernikahan harus melalui persetujuan dari kedua calon mempelai, apabila kedua calon mempelai tidak setuju dengan perkawinan tersebut, maka akad nikah tidak dapat dilaksanakan. akad nikah yang dilaksanakan dengan paksa maka dapat dibatalkan.
Pernikahan paksa sendiri memiliki banyak sekali dampak yakni salah satunya ketidak harmonisan dalam rumah tangga, munculnya konflik terhadap keluarga pasangan nikah paksa, perceraian, terjadinya perselingkuhan akibat ketidaknyaman nikah paksa,dll.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun