Mohon tunggu...
Fikih Azali
Fikih Azali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Al Azhar University Mesir

penulis, kaligrafer, dan pebisnis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bangkit dan Tegar

29 September 2022   20:59 Diperbarui: 29 September 2022   21:17 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Berdiri..." Kataku.
Tubuh mereka yang kecil berdiri. Mereka bermain dan jatuh dari sepeda dengan kaki berdarah, meraung2 seperti seorang anak kehilangan ibunya.

Tapi aku ayahnya tidak mengulurkan tanganku untuk menolong mereka, sedikitpun tidak. Betapa mereka sangat benci padaku.

Suaraku yang keras membuat mereka takut untuk mengeluarkan airmata. Mereka berdiri dengan kaki terpincang dan kepala tunduk ketika berdiri di hadapanku.

Mereka melihat tanganku gemetar hebat. Mereka merasa ini sudah saatnya, aku akan memukul mereka, karena mereka  lalai. Mereka menunggu waktu dimana tanganku yang kekar itu mampir ke tubuh mereka.

"Tidak perlu minta bantuan siapapun jika kalian jatuh, apalagi menangis supaya orang simpati pada kalian. Kalian lelaki".

Mata mereka melirik ke wajahku yang tampak geram. Mereka takut, mereka menundukkan lagi wajah mereka supaya tidak menatapku.

"Satu waktu kalian akan sendiri. Tidak ada yang namanya papa, karena papa sudah pergi. Tegakkan kepala kalian.  meski kepala kalian sudah dekat dengan tanah. Berjalanlah dengan bangga, meski seluruh tubuh kalian luka.."

Aku tidak mengajari mereka rasa nyaman, karena menurutku nyaman itu membinasakan. Aku mengajari mereka berjuang, karena perjuangan adalah simbol kemerdekaan.

Aku mengajari mereka dengan caraku, bahwa seorang lelaki tidak terlihat dari tubuhnya yang dikekarkan, dari badannya yang diberi banyak gambar, dari guratan wajah yang diseramkan.

Seorang lelaki bagiku adalah ketika mentalmu tertempa, bangkitlah.. Karena ia sejatinya dari baja. Jatuh adalah hal biasa, bukan sesuatu yang luar biasa. Tidak perlu menangisinya. Tidak perlu meratapinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun