Mohon tunggu...
Zulfiqar Rapang
Zulfiqar Rapang Mohon Tunggu... Administrasi - Mengabadi dalam literasi

Pemuda ketinggian Rongkong, Tana Masakke. Mahasiswa Ilmu Politik di Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Signifikansi Parpol di Tengah Carut-Marut Politik

19 September 2019   10:57 Diperbarui: 20 September 2019   14:19 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari simomot.com

RAUTNYA tampak tak puas. Dalam beberapa menit terakhir, kawan itu mengajukan sejumlah pertanyaan pada Profesor yang mengajar di kelas kami, siang itu. Mungkin akumulasi dari kegelisahan dirinya terhadap situasi carut-marut bangsa.

Saya juga mengalami kegelisahan itu. Dan mungkin kita semua. Beberapa waktu terakhir, banyak sekali persoalan yang menghantam dunia politik dan hukum Indonesia. Pilpres yang tampak membelah dua bangsa. Atau isu rasialis Papua. Yang paling menghangat, terpilihnya pimpinan KPK diikuti revisi UU lembaga anti rusuah itu.

Runtuhnya etika politik menjadi aspek penting yang menciptakan jurang immoralitas dalam tata kelola negara. Sistem evaluasi pijakan moralitas (baik-buruk) dalam konteks tindakan personal ataupun dalam interaksi sosial itu, tampak tak mewarnai politik kita.

Dari salah satu perspektif, dari sanalah kelihatan betapa sentralnya aktor politik. misalnya dalam skema David Easton, aktor dalam suprastruktur politik lah yang berfungsi mengagregasi (menerima, memproses, dan mengambil) kebijakan dalam segala lini kehidupan sosial kita.

Artinya seperti apa kualitas kebijakan dan warna kehidupan politik kita standarisasinya adalah aktor politik. Sekaligus menunjukkan ketergantungan kita terhadap partai politik. Sebab dalam sistem ketatanegaraan yang kita anut, partai politik merupakan satu-satunya jalur untuk melahirkan mereka.

Dari sisi ini, ada dua hal urgen yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab partai politik.

Pertama, melakukan pendidikan politik. Syarat demokrasi adalah warga negara cerdas; memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya; memahami situasi politik; mampu membangun budaya kritis dan mampu mengevaluasi situasi serta kondisi masyarakat disekitarnya.

Maka pendidikan politik yang dimaksud disini bukanlah sekadar bagaimana meningkat jumlah partisipasi pemilih. Seperti yang lazim dilakukan selama ini. Tapi bagaimana membangun kualitas dan pengetahuan politik warga negara.

Kedua adalah memperbaiki proses perekrutan.  Parpol ibarat pabrik yang memproduksi figur-figur yang nantinya menjadi penentu arah lokomotif negara. Partai politik sudah seharusnya menggelanggangkan orang-orang terbaik untuk dipilah masyarakat dalam pemilihan umum.

Partai politik mesti memperbaiki proses seleksi calon kader di partainya. Bukan hanya orang-orang yang memiliki kekuatan finansial dan pendulang suara (vote-getter) yang minus kualitas.

Negara butuh aktor-aktor politik yang lahir berdasarkan seleksi yang baik oleh partai politik dengan pertimbangan kualifikasi dan kompetensi serta memiliki kepatuhan etika, ditambah dengan partisipasi kritis dan kecerdasan pilihan masyarakat dalam memilah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun