Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pembantuku Seorang Wisatawan

5 Maret 2011   20:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:02 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Entah berapa kali aku katakan padanya bahwa iring-iringan yang mengawalnya itu menganggu kenyamananku. Namun nampaknya kejengkelanku itu tak ditanggapinya. Dia melenggang melambaikan tangan dari balik jendela anti peluru."


Pagi ini aku bergegas memanaskan mobil. Sudah kutunggu momen indah ini mengajak anakku dan istriku bertamasya ke Puncak. Kesempatan ini tak bisa aku dapatkan dengan mudah. Istriku dan aku biasanya selalu masuk di hari Sabtu.


Setelah satu bulan lamanya merancang keberangkatan, akhirnya tiba juga hari yang kami tunggu-tunggu. Yah momen indah yang sulit untuk kami dapatkan. Bagi pekerja yang tak kenal lelah seperti kami harus bekerja dari pagi hingga pulang larut malam sampai-sampai tak bertemu Matahari, momen liburan seperti inilah yang ditunggu.


Anakku tersenyum girang sampai membawa seluruh mainan, sempat ku tahan tapi biarlah mungkin ada gunanya di jalan nanti. Istriku sudah menyiapkan berbagai perlengkapan tamasya dan masak masakan special kesukaanku. Teri Medan dan Kentang cabean. Ah, membayangkannya saja sampai lupa menutup mulut.


Setelah semua siap kami berangkat mengucap doa agar tamasya kami berjalan dengan aman dan lancar. Kuputar lagu kesukaan istriku "killing me softly" mendayu-dayu menemani perjalanan kami ke Puncak. Awalnya perjalanan cukup lancar karena aku sudah memprediksikan pasti bisa terjebak kemacetan jika tidak berangkat lebih pagi. Sengaja kubangunkan sikecil lebih pagi sebelum mentari menyapa.


Benar prediksiku perjalanan kami memang agak lengang dengan mobil, tapi iring-iringan club motor memaksa saya memperlambat laju mobil untuk memberikan mereka jalan. Tidak satu dua kali tapi berkali-kali. "Kenapa mereka tidak bersatu saja, tujuan mereka sama ke Puncak tp berangkat berpencar-pencar dan selalu minta di beri jalan" pikirku. Entahlah aku tak mau merusak momen ini. Sementara si kecil terlihat terlelap kembali karena bangun lebih pagi. Istriku juga sempat terkantuk-kantuk tapi menjadi terjaga setelah konvoi motor itu saling bersahutan dengan klakson bus tronton. "Tooottttt-Toottttt" memekakkan telinga!


Sengaja kuarahkan mobilku ke pombensin untuk buang air kecil. Disamping memberikan jalan buat raja-raja kecil yang kebelet pipis di Puncak sana. Setelah membayar ongkos pipis sebesar seribu rupiah kami berangkat kembali.


Ah terminal Baranang Siang sudah terlewati, kini Tajur dan langsung menuju Puncak. Sempat melewati Istana pembantuku yang terlihat lebih ramai dari biasanya. Entah ada acara apa, yang aku lihat banyak polisi disana.


Akhirnya kami pun tiba di tempat tujuan. Gunung mas yang penuh dengan hamparan kebun-kebun teh. Udaranya sejenak mengingatkan kampung halaman di Bandung. Hari itu menjadi hari yang menarik untuk kami sekeluarga. Kami benar-benar menikmati tamasya murah nan ramah. Menyusuri kebun teh, menunggang kuda hingga duduk-duduk minum teh hangat.


Selepas solat dzuhur kami pun bergegas pulang. Prediksiku jika kami pulang sore hari maka akan tersiksa di jalan. Jam pulang kantor berlaku di Puncak ketika akhir pekan. Bahkan bisa lebih parah terjebak kemacetan berjam-jam kata berita di koran seperti waktu jaman pulang kampung saat lebaran. Setelah selesai mengepak barang kamipun pulang.


Perasaanku mulai tidak enak, galau gulana."Kenapa yah?" Tanyaku sendiri. Benar saja ketika kami keluar dari area Gunung mas antrian mobil sudah panjang. "Ada apa gerangan?" Seperti orang-orang kantoran Jakarta biasanya memantau kondisi lalulintas lewat radio atau twitter. Ku nyalakan radio dengan channel berita dan kusuruh istriku membuka blackberry ku untuk mengetahui sebab musabab antrian ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun