Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mana Mungkin Rakyat Miskin Berobat ke Luar Negeri

13 Agustus 2012   18:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:49 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah jamak bila ada cerita miris pasien yang tidak dilayani di RS karena ketiadaan biaya. Bukan hanya terjadi di RS swasta, hal tersebut juga beberapa kali terjadi di RS negeri. Belum lagi pelayanannya yang "lambat" dan kadang mengecewakan. Asumsi "lambat" biasanya didapat dari perbandingan pelayanan antara RS satu dengan RS lainnya dalam kacamata keluarga pasien.

Maka wajar jika karena alasan tersebut mendorong orang untuk berobat ke luar negeri. Banyak testimoni yang terlanjur beredar bahwa berobat ke luar negeri maskipun mahal tapi memuaskan dan hasilnya tidak diragukan. Tentu saja hanya mereka yang berduit yang dapat berobat ke Luat Negeri.

Awal puasa lalu saya mendapatkan cerita yang kurang lebih cukup menyedihkan. Kebetulan yang bercerita adalah istri saya. Istri saya berprofesi sebagai guru. Di sekolahnya ada seorang pengasuh anak-anak guru yang baru saja melahirkan namun sayangnya bayinya mengalami kelainan bawaan sejak lahir. Diduga sang bayi mengalami gagal jantung.

Cerita singkatnya sang bayi tidak bisa diselamatkan karena ketiadaan biaya. Setelah beberapa saat menghirup kehidupan sang bayi dipanggil yang Maha Kuasa. Istri saya yang datang ke rumahnya untuk melayat tak kuasa menahan air mata. Begitu juga rekan guru-guru lainnya. Bayinya masih sangat putih bersih. Tapi dibeberapa bagian tubuhnya membiru. Mungkin akibat kelainan yang dideritanya. Saya yang mendengarnya saja haru sekaligus pilu. Masih banyak rakyat yang ternyata belum mendapatkan hak-haknya.

Kisah kedua terjadi pada salah satu orang tua murid saya yang mengalami kecelakaan atau tabrak lari. Saat itu korban di tolong oleh petugas keamaanan yang kebetulan menyaksikan kejadian. Mereka langsung membawanya ke salah satu RS di Tangerang Selatan. Sayangnya karena tidak ada penjamin yang memberikan jaminan akhirnya korban sempat terlantar beberpa jam. Hingga kemudian keluarga mengetahuinya dan langsung memindahkan ke RS lain yang lebih responsif dalam menangani korban.

Dari kedua cerita diatas cukup jelas kedua pasien dalam posisi lemah. Lalu diamanakah peran pemerintah? Apakah pemerintah tidak memikirkan mekanisme yang jelas bagi mereka yang miskin dalam kondisi mendesak seperti kejadian yang saya ceritakan. Lalu bagaimana pula agar korban lakalantas bisa segera ditangani meskipun tidak ada yang menjamin. Pemerintah seharusnya bisa memikirkan kasus-kasus seperti ini. Apa kompenpensasi yang cukup fair bagi RS yang mau menerima warga miskin.

Pelayanan dan hak pengobatan gratis meskipun ada tapi kurang disosialisasikan. Tak jarang meskipun sudah memiliki kartu kesehatan bagi orang miskin malah diperlakukan berbeda oleh beberapa oknum RS. Memang susah jadi orang miskin lalu kemudian sakit. Masing-masing harus memikirkan jalan keluar sendiri-sendiri.

Jika ada seruan atau larangan dari pucuk pimpinan tertinggi agar rakyat tidak berobat ke luar negeri rasanya tidak elok jika tidak diawali dengan memberikan contoh atau teladan yang baik kepada rakyat. Seruan akan seolah menjadi percuma terutama diketahui khalayak bahwa istrinya baru saja pulang berobat di luar negeri. Ini sama saja seperti orang yang melarang merokok sementara di jarinya terselip rokok yang masih membara.

Buat para pimpinan dan pemangku kebijakan, please deh kalau mau kasih petuah atau saran tanyakan dulu pada diri sendiri. Jangan malah membuat sebuah ironi yang mudah ditertawakan banyak orang. Iringi dengan keputusan kebijakan yang memihak rakyat dan menguntungkan kedua belah pihak. Jangan juga jadikan RS sebagai kambing hitam. Lakukan perubahan dan reformasi di bidang kesehatan. Penuhi hak-hak rakyat terutama yang miskin atas pelayanan kesehatannya.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun