Mohon tunggu...
Fika Fatiha
Fika Fatiha Mohon Tunggu... Lainnya - Beriman, Berilmu, Beramal

Menulis Karena Ga Bisa Menggambar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sepercik Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno

1 Juni 2022   09:19 Diperbarui: 1 Juni 2022   09:23 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Hal ini berkenaan dengan penyampaian Soekarno mengenai dasar negara yang diberi nama Pancasila yang di sampaikan dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ke-1, tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945.

Jika membicarakan tentang Pancasila tentunya kita berpikir bahwa Pancasila identik dengan Soekarno, sosok proklamator dan pejuang bangsa yang kita kenal sampai dengan hari ini.  Dalam pidatonya, saat Bung Karno menerima penghargaan Doctor Honoris Causa Tanggal 19 September 1951 di Universitas Gadjah Mada, Soekarno menyatakan bahwa Beliau bukanlah merupakan sosok yang melahirkan Pancasila tapi Beliau hanya penggali Pancasila, Pancasila sendiri ada karena nilai-nilai tersebut sudah ada, tercermin di dalam diri jiwa bangsa Indonesia.

Mengapa Beliau begitu berjiwa besar mau menggali Pancasila untuk dijadikan dasar negara sebagai wujud persatuan Bangsa? Beliau menyatakan bahwa baginya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia di pergunakan untuk mengabdi kepada praktik hidupnya manusia, atau praktik hidupnya bangsa, atau praktik hidupnya dunia kemanusiaan. Itulah sebabnya Beliau mencoba menghubungkan ilmu dengan amal; menghubungkan pengetahuan dengan perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh pengetahuan.

Hal yang lebih rinci Beliau menyatakan bahwa segala sesuatu hal yang mendasari adanya Pancasila berawal dari kemauan, kemauan untuk hiduplah yang menjadi dasar adanya berbagai macam teori yanga ada, termasuk dalam merumuskan Pancasila. Manusia adalah makhuluk sosial, dan kemauan untuk hidupnya berbentuklah pula kemauan untuk hidup bersama-sama dengan manusia lain. Maka dengan demikian tumbuhlah kolektivitas, dengan kemauan-kemauan yang kolektif. Oleh karena itu Beliau mengatakan bahwa kewajiban tiap-tiap pemimpin Indonesia ialah mengaktivitir kemauan manusia Indonesia, dan mengaktivitir kemauan nasional Indonesia sampai ke puncak setinggi-tingginya.

Persoalannya bukanlah dapat atau tidaknya kemauan nasional di aktivitir, persoalannya ialah cakap atau tidaknya pemimpin mengaktivitir kemauan nasional tersebut. Maka pertanyaanya ialah dapatkah kemauan untuk berjuang diaktivitir? Dapatkah digerakkan dan diserahkan kemauan berjuang pada suatu bangsa. Hingga ia mau bergerak, mau membanting tulang, mau memeras keringat, mau berulet, mau berkorban, mau menderita, mau masuk lautan api; untuk mencapai sesuatu hal? Sejarah dunia membuktikan bahwa yang demikian itu dapat. Sejarah dunia tidak kosong dari gerakan-gerakan nasional yang hebat, yang benar dilahirkan oleh faktor-faktor obyektif, tetapi yang massa kemauannya nyata diaktivir oleh pemimpin yang cakap.

Bung Karno dalam kiprahnya mencoba untuk membesarkan rasa mampunya rakyat dengan menggunakan dan memperkuat kepercayaanya kepada kekuatan kita, dan mengupas sumber-sumber kekuatan kita, dan mengupas sumber-sumber kelemahan musuh. Dan membawa rakyat itu dalam praktiknya perjuangan. Bung Karno menyatakan bahwa apa yang terdapat dalam nilai kandungan Pancasila bukanlah jasa sendiri tetapi jasa bersama-sama. Bung Karno adalah permumus daripada perasaan-perasaan yang telah terkandung lama, terkandung bisu dalam kalbu rakyat Indonesia, Bung Karno sekadar menjadi pengutara daripada keinginan-keinginan dan isi jiwa bangsa Indonesia turun temurun. Sebab, sebagaimana tiap-tiap individu di lingkungi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi dan menentukan hidup-jasmani individu itu, maka bangsapun dikelilingi oleh keadaan-keadaan yang mempengaruhi hidupnya bangsa itu.

Keberagaman Bangsa Indonesia mengenai beragamnya agama, suku, ras, antargolongan maupun beragam perbedaan selera, bagaimana mempersatukan hal tersebut jikalau tidak diberikan satu dasar yang mereka bersama-sama bisa berpijak di atasnya. Dan itulah Pancasila. Pancasila telah memberi bukti kepada kita, dapat mempersatukan bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia ini bisa merebut kemerdekaan. Jikalau tidak berdasarkan Pancasila, proklamasi kita tidak akan mendapat sambutan gelora antusias rakyat dari Sabang sampai Merauke. Bangsa atau rakyat adalah satu jiwa, maka pada waktu pejuang Bangsa memikirkan dasar statis atau dasar dinamis bagi bangsa tidak boleh mencari diluar jiwa rakyat itu sendiri. Kita harus tinggal di dalam lingkungan dan lingkaran jiwa kita sendiri. Hidup manusia mempengaruhi alam pikirannya. Juga mempengaruhi alam persembahannya. Dan Pancasila merupakan prodak asli jiwa bangsa Indonesia yang kita ketahui saat ini.

Konsep Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawah-Demokrasi dan Keadilan tidak bertentangan dengan norma agama yang ada di Indonesia, ini membuktikan bahwa Pancasila ini bisa kita ikuti, kita jalankan dan kita yakini hari ini sebagaimana yang selalu kita pelajari di Sekolah dahulu. Yang menjadi permasalahan, Pancasilanya sudah baik, konsepnya sudah matang dan ajeg, tinggal kitalah seharusnya yang bisa mengaktivkan, membangkitkan dan menggelorakan semangat Pancasila tersebut. Semangat yang sudah terbangun dari dahulu mari untuk kita perjuangkan kembali bersama.

Dimulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa, itu artinya kita mengakui adanya prima, kita perkuat iman kita dengan menjalankan kewajiban beribadah serta menjalani sifat-sifat yang di wajibkan dan dianjurkan oleh-Nya. Tak lupa untuk bertoleransi terhadap agama yang ada di Indonesia.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Kita harus menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan, kita perlu mewujudkan peradilan dan peradaban untuk saling tolong menolong terhadap sesama.

Persatuan Indonesia, Kita perlu mencintai tanah air kita dengan menggalang persatuan dan kekuatan Indonesia, hilangkan sifat penonjolan kekuatan atau kekuasaan yang sifatnya hanya sekadar simbolis dari persamaan yang di buat-buat, karena pada dasarnya kita ini sama makhluk ciptaan Tuhan, maka jangan bersifat berlebihan (chauvinisme/ekstrimis) terhadap persamaan yang hanya dibuat-buat. Mari bersatu dalam segala perbedaan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan diri dan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun