Mohon tunggu...
Figo PAROJI
Figo PAROJI Mohon Tunggu... Buruh - Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali menetap di Tanah Air tercinta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Apakah Terganjalnya RUU PKS karena Penolakan PKS?

8 Juli 2020   20:34 Diperbarui: 8 Juli 2020   20:41 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unjukrasa warga menuntut pengesahan RUU PKS // foto: Kompas.com

Keputusan DPR RI mengeluarkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2020 barangkali merupakan kabar gembira bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pasalnya, meski ketika masuk Prolegnas pada tahun 2016 semua fraksi di DPR menyetujui, pada akhirnya PKS-lah yang menolak RUU PKS. Bahkan, ketika DPR dan pemerintah menyepakati pembentukan Tim Perumus (Timus) untuk membahas RUU PKS pada September 2019, satu-satunya fraksi yang tidak setuju hanya fraksi PKS. (Kompas.com)

Lalu, apakah terlemparnya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas tahun 2020 'hanya' karena ketidaksetujuan (penolakan) fraksi PKS?

Mengutip pernyataan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Marwan Dasopang sebagaimana dilansir laman Kompas, Kamis (2/7), alasan dikeluarkannya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 karena pembahasannya agak sulit.

Marwan menyebut, sejak periode lalu pembahasan RUU PKS masih belum menemukan kata sepakat  soal judul dan definisi kekerasan seksual. Hal lain yang masih menjadi perdebatan, yaitu soal aturan mengenai pemidanaan.

Jika kita tengok ke belakang, sepanjang perjalanan pembahasan RUU PKS, tiga hal yang disebut Marwan itulah poin-poin yang tidak disetujui (tidak mendapat persetujuan) dari fraksi PKS.

Persoalannya, apakah Komisi VIII yang terdiri dari 53 anggota dari 9 fraksi tidak bisa menemukan argumentasi yang kuat untuk 'mematahkan' pendapat fraksi PKS terkait tiga hal yang diperdebatkan itu?

Apakah di antara pimpinan dan anggota Komisi VIII tidak ada yang bisa memberi penjelasan yang logis terkait penggunaan kata 'kekerasan' sebagai judul RUU, sehingga 'kalah' oleh PKS yang memaksakan kata 'kejahatan'?

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi V, salah satu makna kata 'kekerasan' adalah, 'perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain'.

Dengan demikian, persoalan judul RUU mestinya bukanlah persoalan prinsip yang tidak perlu lagi diperdebatkan. Namun faktanya, Komisi VIII DPR RI sepertinya sengaja 'menyerah kalah' oleh pendapat fraksi PKS yang 'hanya' sebagian kecil dari keseluruhan anggota komisi.

Pun demikian dengan perspektif liberal terkait definisi kekerasan seksual yang menjadi alasan PKS tidak setuju dengan RUU PKS. Perspektif adalah sudut pandang. Perspertif liberal terkait definisi kekerasan seksual dalam RUU PKS 'hanyalah' sudut pandang fraksi PKS. Apakah anggota Komisi VIII yang lain tidak punya sudut pandang sendiri untuk 'meyakinkan' PKS bahwa perspektif liberal yang dikatakan PKS adalah sebuah kekeliruan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun