Mohon tunggu...
Fifit UmulNayla
Fifit UmulNayla Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Belajaran

Membaca adalah melawan, menulis berarti mengabadikan. Enjoy the journey..!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Zulkifli Hasan, Tokoh Paling Lantang Menolak LGBT

6 Januari 2018   19:52 Diperbarui: 6 Januari 2018   20:45 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Pada proses kehidupan di dunia ini, setiap seseorang dituntut untuk melakoni aktifitas hidup yang tidak menyimpang. Hal ini bertujuan agar makhluk yang disebut manusia bisa diterima di lingkungan sosial dengan baik. 

Salah satu hal yang paling krusial tersebut ialah menentukan identitas pribadi. Identitas krusial yang dimaksud adalah dimana seseorang menggolongkan dirinya sebagai perempuan atau sebagai laki-laki dalam kehidupan sosialnya.

Sebelumnya, perlu kita sadari bersama bahwa di masyarakat manusia selalu diikuti oleh keberadaan status sosial yang dikenal sebagai “Gaya Hidup”. Seiring dengan perkembangan zaman, gaya hidup yang dimunculkan seringkali tidak biasa, atau bisa kita sebut telah menyimpang. 

Adapun hal yang menyimpang itu ialah munculnya wacana pasangan sejenis yang menarik perhatian masyarakat, khususnya di Indonesia. 

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Palembang, sejumlah orang telah terang-terangan mempublikasi diri sebagai kaum homoseksual dan lesbian. Kemudian mereka pun akhirnya saling bertemu dan membentuk suatu komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Trangender).

Hingga hari ini, komunitas LGBT masih belum bisa diterima di masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang berpandangan miring, benci, kotor, serta jijik bahkan ada yang mengucilkan dan menjauhi para angota LGBT ini. Namun siapa sangka, hal yang sangat dibenci oleh masyarakat ini ternyata ada dana khusus dalam penyebarannya. 

Sebut saja misalnya dana kucuran yang melimpah sebesar USD8 juta atau sekitar Rp107,8 Miliar dari kemitraan regional antara UNDP, Kedutaan Besar Swedia di Bangkok dan USAID untuk mendukung komunitas LGBT menyebar di Indonesia. Kalau sudah begini, siapa yang lebih pantas kita salahkan terlebih dahulu?

Dengan mengatasnamakan demi Hak Asasi Manusia, para pelaku LGBT ini terus menyuarakan haknya agar bisa diterima di masyarakat. Dan atas nama keadilan, para pendukung LGBT terus berdiri di depan agar masyarakat bahkan pemerintah bisa memberikan keadilan yang sama untuk semua anak bangsa. 

Padahal, jika dilihat secara psikolis para kaum LGBT ini, mereka selalu mengalami kekhawatiran tas apa yang menjadi pilihan hidupnya. Kekhatiran dikucilkan masyarakat, kekhawatiran tidak diterima keluarga dan lain sebagainya, Kekhawatiran-kekhawatiran jika dibiarkan terus-terusan akan menumpuk dan membentuk satu penyakit mental sehingga seseorang menjadi strees dan depreesi. Belum lagi resiko penyakit kelamin yang harus dideritanya suatu saat nanti.

Tidak hanya itu, orang tua dan keluarga yang mengetahui anaknya menjadi bagian dari kaum LGBT juga harus menanggung rasa malu dan tekanan yang luar biasa dari masyarakat sekitar. Ini artinya, LGBT sangat merugikan dan memberikan dampak buruk. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain, keluarga kita, orang-orang yang kita cinta bersama.

Oleh sebab itu, untuk mencegah meluasnya LGBT di Indonesia, selain pantauan orang tua yang harus lebih ketat, juga harus ada dukungan dari pemerintah atau tokoh nasional yang turut menyuarakan penolakan LGBT ini. Misalnya sebagaimana yang dilakukan oleh Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun