Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Candu Ngafe, Berbahayakah?

21 Januari 2021   00:07 Diperbarui: 21 Januari 2021   00:16 1603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dapat dimungkiri, saat ini salah satu tempat yang paling banyak diminati oleh masyarakat dari segala kalangan adalah kafe. Kafe yang pada awalnya berfungsi sebagai kedai minuman (terutama kopi dan turunannya) kini telah berubah multifungsi menjadi tempat nongkrong yang asik, dari hanya sekadar berjumpa dan ngobrol dengan kawan, mengerjakan tugas sekolah atau pekerjaan sampai ke aktivitas sosial media, seperti berfoto dan update status. 

Itulah mengapa kebanyakan kafe berusaha mendesain ruangnya dengan sangat apik, agar dapat menjadi media berfoto yang instagramable bagi para pengunjungnya. Bukan hanya itu, pihak kafe juga melengkapi dengan fasilitas wifi gratis agar para pengunjung dapat berselancar di dunia maya dengan lebih leluasa. Tentu saja ini bukan tanpa misi, pihak kafe akan berusaha membuat nyaman pengunjungnya agar mereka memiliki kesan pengalaman yang menyenangkan sehingga diharapkan dapat datang kembali.

Dari sekian banyak orang yang hobi ngafe, mungkin saya dan suami adalah salah duanya. Entah kenapa, ngafe seolah menjadi ritual wajib kami. Parahnya, ritual itu sudah berada pada level akut, alias setiap hari kami ngafe ! Bahkan, tak jarang dalam sehari kami bisa ngafe sampai 2-3 kali di kafe yang berbeda-beda.

Apa yang kami lakukan di kafe ?

Konyol sebenarnya. Begitu sampai kafe, kami cari posisi tempat duduk yang sekiranya nyaman (nyaman ukuran kami adalah : ada colokan), lalu masing-masing duduk, memesan minuman (suami kopi sanger dan saya teh tarik). Berikutnya, saya keluarkan laptop dan larut sendiri dengan laptop, menulis. Sementara suami larut dengan gawai dan alat rekam suaranya, buat konten. Nyaris tidak ada obrolan yang berarti.

Semua aktivitas ngafe yang "bisu" ini akan berakhir ketika gelas minuman telah kosong atau tetiba sakit perut. Saya yang bertugas sebagai juru bayar pun hafal betul berapa kisaran biaya yang harus dikeluarkan. Jadi, sudah tidak ada lagi drama "kaget" seperti yang ada di sinetron-sinetron. Paling cuma tarik nafas dalam-dalam biar bisa lebih ikhlas hehee...

Nah, ini baru gambaran satu kafe ya. Faktanya, seringkali begitu keluar kafe pertama eh suami dapat telepon dari kawannya yang berujung meet up, di kafe yang lain ! Akhirnya, kami pun kembali ngafe di kafe yang berbeda namun tetap dengan ritual yang sama ditambah ngobrol santai dengan kawan. Jangan ditanya pesan minuman apa ya ? jawabnya sama !

Ngafe, Candu Yang Membahayakan

dokpri
dokpri
Menjamurnya kafe, baik di perkotaan maupun di daerah menjadi satu fenomena kekinian yang tak bisa dibendung. Di satu sisi, keberadaan kafe membuktikan meningkatnya jumlah entrepreneur muda negeri, meningkatkan gairah ekonomi bangsa dan mengurangi angka pengangguran. Namun, di sisi lain menjamurnya kafe juga dapat membawa dampak yang kurang baik bagi kehidupan sosial budaya generasi muda, terutama dalam hal gaya hidup yang terkesan hedonis.

Keberadaan kafe bisa menjadi media kenakalan remaja dan ajang unjuk pergaulan yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan tingkah laku mereka. Kebanyakan remaja yang gemar ngafe cenderung abai dengan budaya "jam malam", melakukan praktik korupsi uang sekolah/ kuliah dan kurang peka dengan keadaan. Mereka lebih memilih larut dalam kesenangan ketimbang harus mengerjakan tugas kuliah atau berdiam di rumah membantu orangtua.

Meski tidak semua demikian, namun tetap kita harus waspada dengan kebiasaan ngafe yang sudah menjadi candu. Harus diakui, sesekali kita memang butuh untuk ngafe, sekadar untuk melepas penat, namun jangan sampai menjadi candu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun