Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Padamu Aku Mempertahankan

19 Juni 2019   14:49 Diperbarui: 19 Juni 2019   14:59 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (fimela.com)

Airmataku mulai mengering. Menyisakan perih yang membakar pelupuk mata. Rasanya ingin muntah. Memuntahkan penat dan ketidakbahagiaan ini. Agar hatiku sedikit lega. Tidak tenggelam oleh keruwetan hidup yang berlangsung dari waktu ke waktu. Sampai aku tak bisa berkutik. Bergerak sedikit pun aku tak bisa. Apalagi jika mengharap jalan keluar. buntu.

Kini hanya bisa termangu. Mengikuti kemana saja arah takdir akan membawaku. Meski beberapa simpang jalan menawarkan pelarian, tapi aku tak bergeming. Jiwaku masih cukup waras untuk memilih jalan yang pasti meski terjal ketimbang jalan lurus namun tak tahu arah. Tuhan bilang, aku hanya butuh sabar. Ya, aku mencoba.

Saat ini jangan pernah membicarakan logika padaku. Karena aku benar-benar sudah tak menyisakannya lagi di hidupku. Entah kemana perginya, aku pun tak tahu. Yang kurasakan hanya hasrat. Hasrat mencintainya dan memilikinya sampai ia berkata "kita berpisah saja". Lain itu tidak.

Bagaimana dunia takkan mencemoohku? Setiap kali kepedihan menghempaskanku, aku hanya mengelus dada. Maaf tak pernah habis untuk kupersembahkan padanya. Walau luka menghunus ulu hati, tapi tak satu pun yang mampu menggoyahkan keputusanku.

Takkan ada yang memahami, darinya aku mengenal artinya bertahan. Darinya aku belajar untuk bertahan. Dan padanya aku akan mempertahankan. Mempertahankan apa yang sudah kumulai. Mempertahankan apa yang sudah kujalani. Karena aku tak ingin menyesali jika suatu hari nanti takdir berkata lain.

Tak mudah menempah keikhlasan menerima kepedihan, tapi Tuhan takkan diam dengan perjuangan hambaNya. Tanpa pernah kusadari, kekuatan itu tlah melampaui batas logikaku. Bagaimana mungkin aku masih mencintainya ? bagaimana mungkin aku sanggup tak mengakhiri semua ini ? bahkan, bibirku pun tak sanggup menjawabnya.

"Masih sanggup kamu, Dee ?" Ia menatapku dengan tajam

Tanpa butuh waktu lama, aku mengangguk pasti

Laki-laki muda nan tampan itu sontak memelukku erat. Sangat erat.

Ragaku luruh. Rapuh seiring dengan usia yang merambat menua. Dan ia hadir seperti akar muda yang kokoh menopang segala kekurangan dan kelemahanku.

"Istri hebat..." bisiknya lirih di dekat telingaku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun