Mohon tunggu...
Fifiana Lisani
Fifiana Lisani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Kebidanan Unissula

Min Yoongi tahta teringgi di dalam perbiasan saya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Catcalling Bukan Lelucon Yang Perlu DiBudidayakan

24 Juni 2022   00:00 Diperbarui: 24 Juni 2022   00:20 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya manusia diciptakan memiliki derajat yang sama. Tidak ada satupun faktor yang menjadikan lebih tingginya derajat manusia satu dengan yang lainya. Oleh sebab itu, baik laki-laki maupun perempuan hendaknya saling menghargai dan diharapkan tidak ada ketimpangan. Namun pada kenyataannya, banyak sekali peristiwa pelecehan yang terjadi di sekitar kita, khusunya yang terjadi pada perempuan. Bentuk pelecehan seksual diantaranya secara fisik maupun verbal. Yang banyak dijumpai dimasyarakat dan dianggap sebagai lelucon atau gurauan merupakan pelecehan seksual verbal, seperti catcalling. Catcalling dapat terjadi dimana saja, baik ditempat umum seperti dipinggir jalan, terminal, pasar, ataupun sekolah.

Dikutip melalui kamus dari Oxford Dictionary, Catcalling adalah suatu tindakan bebunyian yang tidak sopan layaknya bersiul, memberi kata kata, memanggil “Hai cantik/ganteng”, “hai manis, Boleh kenalan gak?” dengan disertai nada yang dibuat-buat menjadi menggoda, memberi komentar yang mengandung sifat seksual dan bahkan juga disertai dengan tatapan mata yang mengandung sifat pelecehan yang menimbulkan rasa ketidakamanan.

Ironisnya, tindakan pelecehan seksual tersebut banyak laki-laki beranggapan itu merupakan sebuah candaan yang lucu, dan bukan merupakan hal yang sangat serius. Sementara itu, perlu diperhatikan bahwa “a joke is only joke if both people think it is funny”. Kasus pelecehan seksual bukanlah bahan lelucon atau gurauan karena ada korban yang akan merasakan dilecehkan, direndahkan dan dihina.

Menurut hasil dari survei Pelecehan di Tempat Umum, 64% dari 38.766 wanita, 11% dari 23.403 pria, dan 69% dari 45 gender lain pernah mengalami kejadian pelecehan di tempat umum. Sebagian besar dari korban juga mengaku bahwa mereka pernah mengalami pelecehan verbal melalui komentar kepada bagian tubuh mereka sebesar 60%, memegang bagian privasi pada badan sebanyak 24% dan melalui pandangan visual motoric yang disertai dengan rayuan flirting 15% ( Sumber: Survei Pelecehan Seksual Di Ruang Publik).

Tindakan kekerasan seksual mengingat dampaknya bagi korban, membawa konsekuensi sangat serius hingga dapat membuat stress. Selain itu juga, sering kali korban tidak memiliki keberanian untuk melaporkan hal tersebut,  karena beberapa alasan seperti pelecehan di ruang publik (street harassment) yang masih dianggap wajar, menganggap pelecehan seksual hal yang sepele dan dibuat-buat, dan menyalahkan pakaian korban.

Jika dilihat dari perspektif hukum pidana, pelecehan seksual secara verbal atau catcalling terdapat penggabungan terhadap aturan yang mengatur perbuatan tersebut. Seperti yang diatur dalam Pasal 281 Ayat (2) Pasal 289, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 34, Pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi digunakan untuk penyelesaian perbuatan catcalling (pelecehan seksual verbal) terhadap perempuan di Indonesia yang selanjutnya dikutip sebagai berikut: Pasal 281 Ayat (2) “Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya melanggar kesusilaan” . Pasal 289 “Barang siapa dengan kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Pasal 8 “Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi” Pasal 9 “Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.” Pasal 34 “Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” Pasal 35 “Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal tersebut dapat dijadikan sebagai acuan senjata bagi para korban pelecehan verbal untuk dapat melaporkan ke aparat penegak hukum untuk menjerat para pelaku catcalling, namun tetap saja masih belum bisa memberikan jaminan kepatian hukum. Namun, jika tindakan ini dilihat dari unsur pelanggaran terhadap kesusilaan dan perbuatan yang berbau pornografi, maka perbuatan pelecehan seksual secara verbal dapat digolongkan sebagai suatu perbuatan pidana, karena telah terpenuhinya unsur-unsur dari suatu tindak pidana, asas pada hukum pidana dan nilai-nilai yang terkandung di dalam pasal 218 KUHP dan pasal 9 pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi.

Maka dari itu, hendaknya sebagai manusia saling menghargai dan menjunjung tinggi martabat manusia, saling menjaga privasi satu sama lain. Hendaknya kita sadarkan diri kita betapa pentingnya menghargai tanpa mengurangi rasa hormat orang-orang disekeliling kita. Upaya lain yang untuk mencegah semakin berkembangnya perbuatan catcalling yaitu dengan melakukan pencegahan berupa upaya preventif sebelum sebuah kejahatan itu terjadi. Adapun upaya-upaya yang dimaksud adalah dengan memberikan penyuluhan dan edukasi sosial dalam rangka mengembangkan kepekaan dan kepedulian sosial masyarakat mengenai dampak yang ditimbulkan dari perbuatan catcalling, pembentukan karakter individu dari sebuah kelompok atau komunitas dengan cara memberikan pendidikan moral, pendidikan keagamaan dan sebagainya serta adanya kegiatan pengawasan yang dibantu oleh satgas setempat berupa patroli dan pengawasan lainnya secara berkelanjutan oleh polisi dan aparat keamanan lainnya (Prakoso, 2017).

Mari cegah Catcalling, jaga privasi dan saling menghargai serta menjungjung tinggi martabat orang-orang di sekliling kita

Fifiana Lisani (Mahasiswi Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Sultan Agung)

Dosen Pengampu : Dr. Ira Alia Maerani, S.H, M.H (Dosen Mata Kuliah Kewarganegaraan Universitas Islam Sultan Agung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun