Mohon tunggu...
Fiahsani Taqwim
Fiahsani Taqwim Mohon Tunggu... Penulis - :)

Penganut Absurditas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Maaf

27 Februari 2021   09:08 Diperbarui: 27 Februari 2021   09:13 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Oh. Terus, untuk urusan nafkah bagaimana? Tante Lin kan tidak bekerja. Dia cuma bergantung kepada Om Maksum selama ini.”

“Ya Tante Lin kasih makan anaknya pakai uang pensiunan Eyang. Mau bagaimana lagi. Putusan pengadilan cuma mewajibkan Om Maksum menafkahi empat juta perbulan.”

Halimah melongo panjang. Bagaimana mungkin tantenya yang sangat kapitalis itu akan bertahan dengan uang empat juta dalam sebulan. Kehidupan terdahulu sebagi istri seorang staf BUMN membuat dirinya punya kesempatan untuk berbelanja dan menghabiskan uang sesuka hati. Bahkan, tantenya itu dapat keleluasaan untuk pamer kepada para kakak serta tetangganya di Sumber Sono. Mampuslah dia. Roda kehidupan betul-betul berputar.

***

Pada tahun ketiga pascacerai, Halimah yang tengah berada di Sumber Sono karena tengah libur lebaran mendapati kenyataan bahwa om dan tantenya yang telah bercerai akan segera rujuk. Alasannya klise: demi para anak.

Halimah mendengar sendiri tangis dan rayu om serta tantenya itu kepada ibunya kala memohon restu untuk menikah lagi. Tidak hanya kepada ibunya, bahkan kepada bapaknya juga. Halimah mendengar Bapaknya yang bijak berkata dengan penuh wibawa, “Mas enggak mau terlibat. Dahulu sebelum kalian cerai, kan Mas dan Mbak sudah ingatkan. Coba kalau dulu kalian nurut, pasti tidak ada acara nikah balikan seperti ini”

Senada dengan bapaknya, ibunya Halimah yang cenderung pendiam pun hanya bisa mendoakan yang terbaik. Akan tetapi, wanita itu tidak mampu menahan tangisnya tatkala teringat kepada mendiang Eyang putri Halimah yang meninggal akibat strok. Para anggota keluarga besar ibunya meyakini bahwa sakit fatal yang diderita oleh Eyang putrinya itu tidak lain adalah karena tidak sanggup menanggung beban karena ulah menantu kebanggaannya itu.

Sebelum om dan tantenya itu bersimpuh memohon restu kepada bapak dan ibunya, terlebih dahulu mereka pergi ke rumah sebelah. Di sana adalah rumah Pakde dan Bude Halimah, yang tidak lain adalah para orang tua kakak sepupu Halimah sang sumber informan atas semua yang terjadi di keluarga besar mereka ketika Halimah pergi merantau.

Dari kakak sepupunya itulah, Halimah mendapatkan kabar tentang bagaimana prosesi permohonan restu yang dilakukan oleh keduanya di rumah tersebut.

“Jijik aku mendengar tangisnya. Apa mereka tidak ingat dulu kisruhnya seperti apa. Bikin malu keluarga. Sampai membuat Eyang Uti meninggal.” Kata kakanya melalui rekaman voicenote wasap. 

“Sama. Aku juga.” Kata Halimah dengan tegang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun