Elora merasa dirinya tidak lagi berarti, ia memutuskan untuk mengakhiri hidup untuk melompat dari gedung tinggi. Dengan membawa bangku untuk naik ke sisi rooftop gedung tersebut. Ia sudah bersiap untuk melompat seraya masih mengingat-ngingat perilaku yang menyakiti hatinya dari perlakuan tidak menyenangkan oleh rekan-rekannya di sekolah.
Ia memejamkan mata hingga menitikkan air mata kesedihan, ia merasa tidak pantas untuk hidup sebab banyak luka atas perlakuan yang menggores hatinya. Saat ia mencoba membuka kedua matanya perlahan-lahan, ia merasa takut untuk melakukan niatnya hingga ia alihkan pandangannya ke langit yang biru di siang hari itu masih dengan tangis.
"Kenapa sih tinggi banget, bisa enggak sih langsung pulang aja," rengek Elora.
"Gue capek, tapi gue takut lompat," rengek seorang gadis yang hanya terdengar orang yang berada di sisinya.
Suara rengekan tangis seorang gadis yang berada  tepat di sisinya mengejutkan Elora. Elora merasa rengekannya mendapatkan balasan dari orang lain yang juga mengalami hal yang sama saat ini.
"Kamu mau lompat juga?" tanya Elora.
"Iya tapi gue takut," keluhnya.
Keluhan gadis tersebut memberikan inspirasi di kepala Elora.
"Aku juga takut, gimana kalo kita lompat bareng-bareng aja?" ucap Elora.
Gadis tersebut membulatkan matanya setelah mendengar pertanyaan Elora.