Mohon tunggu...
Fidel Haman
Fidel Haman Mohon Tunggu... Guru - Guru/Bloger

Penikmat Seni Sastra dan Musik/Pemerhati Pendidikan - Budaya - Ekologi/Pencinta Filsafat - Teologi/Petualang - Loyal dan Berdedikasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Serba-Serbi Masa Kecil & Tentang Menjadi Kelana

13 Juni 2022   10:06 Diperbarui: 16 Juni 2022   23:48 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi - Suatu hari di siang bolong di Kramat V No. 10, Kramat Raya 2017 silam.

Saban hari, saya melewati lorong-lorong kota insomnia, Jakarta. Banyak kendaraan memadati jalan, bukan saja yang sedang melintas tetapi juga yang parkir "semau gue". Jalan kelihatan sempit dan otomatis menimbulkan kemacetan. 

Tidak hanya itu, anak-anak usia bermain hilir mudik dan berjalan kian kemari. Di tengah kendaraan yang berlalu lalang, mereka masih sempat menikmati masa-masa emasnya, bermain. Layangan, bola kaki, bersepeda, dan lain sebagainya meramaikan lorong-lorong kota yang sempit ini.

Orang-orang dewasa sering kali menghakimi mereka karena bermain di tempat yang tidak seharusnya. Beberapa kali saya menjadi bagian dari kelompok para hakim jalanan itu. Namun sesering itu juga saya segera menarik diri dan merenung lebih dalam. 

Bukankah karena tidak adanya halaman bermain makanya mereka berlaga di jalanan? Bukankah keadaan yang patut disalahkan? Dan bukankah keadaan itu diformat turun temurun oleh orang-orang dewasa yang jarang merasa bersalah atas hal demikian?

Litani pertanyaan muncul bertubi-tubi hingga tiba pada pertanyaan terakhir yang menampar diriku sendiri. Aku mungkin saja bagian dari pemformat keadaan demikian dan karena itu patut disalahkan. Dan siapakah aku ini sampai-sampai menghakimi anak-anak zaman yang sedang mencari jati diri ini. Ahh ribet! Semuanya tampak kompleks.

Inilah gambar miniatur tentang negeriku yang maha luas ini. Sebagian tampak aman-aman saja seperti gedung-gedung tinggi melangit yang berjejer di jalanan Jendral Sudirman dan Jendral Gatot Subroto. Tetapi sebagian yang lain, yang sering tidak dipotret, tampak amburadul, kocar-kacir dan tak terurus. Cari bukti? Ya lihat saja di lorong-lorong sempit Johar Baru dan di tempat-tempat lain yang sangat terlihat tetapi sering tersembunyi (dalam potretan). 

Setelah sekian sering menatap keadaan ini, saya tersadar akan sejarahku di masa lalu. Keadaan di kota ini, di sini 'tempat bukan lahir beta' ini memanggilku pulang ke masa lalu. Bernostalgia dengan masa-masa emas puluhan tahun silam di kampung kecil bernama Lous. 

Lous adalah tanah lahir yang berlatar kesahajaan. Jauh dari kebisingan, sumpek, kemacetan, polusi udara, dan apalagi yang bernama tawuran ataupun begal. Di sana, tempat lahir beta, hiduplah orang-orang yang bergantung sepenuhnya pada kemurahan alam. Mereka pandai menabur dan dengan penuh harap, mereka menanti-nanti musim panen tiba dengan segala keberkahannya, seperti saudara/i Muslim menanti-nanti bulan suci Ramadhan yang penuh keberkahan. Begitulah hidup orang-orang desa, menanam, merawat dan memanen jika waktunya tiba.

Lous terletak di bagian Timur Indonesia, khususnya di Pulau Flores. Lebih spesifik lagi berada di Kabupaten Manggarai, sejauh 58 KM dari ibukotanya, yakni kota Ruteng. Di sinilah latar kehidupan masa kecilku dilakonkan. 

Natas (Halaman) rumah dan kampung, jalanan, wae teku (sumber mata air), sawah, uma (ladang) ngalor (kali), dan puar (hutan) adalah sederet tempat kami bermain sambil bekerja (kalau boleh dikatakan begitu). Di sini kami bermain, dari yang paling kampungan hingga yang lumayan populer kekota-kotaan.  Sebut saja kelereng, karet, wayang, bola kaki, banga welu (bermain kemiri), petak umpet, tar-taran dengan senjata kayu seadanya yang sangat kampungan, bang lawo (berburu tikus), kawe haju (cari kayu bakar), main Tarzan, dan yang populer kala itu, yang saya sebut agak kekota-kotaan (supaya ada pembanding dari mainan kampungan), yakni "powe renjos" (begitu kami menyebutnya), maksudnya "Power Ranggers".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun