Mohon tunggu...
Fian Tamo
Fian Tamo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Jalanan

Menulis membuka pikiran

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka di Daerah 3T

19 Juni 2021   08:05 Diperbarui: 19 Juni 2021   09:09 559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak menghiraukan yang terjadi (Dokpri)

                Pada 3 November 2020 Kemendikbud meluncurkan kebijakan merdeka belajar episode keenam dan Pencapaian indeks kinerja utama (IKU) bagi 75 PTN(BOPTN), pendekatan kelembagaan Sekolah Perguruan Tinggi Conpetitive Fun dan Matching Fun bagi Sekolah Perguruan Tinggi Negeri maupun Sekolah Perguruan Tinggi Swasta, Peningkatan kualitas SDM, Peningkatan kualitas pembelajaran dan kemahasiswaan sehingga tercipta 50 ribu Mahasiswa berwirausaha, 400 ribu mahasiswa kampus merdeka, 660 Program studi terkait Inovasi pembelajaran(Kompas.Com). kebijakan merdeka belajar-kampus merdeka merupakan peluang bagi mahasiswa untuk beroperasi diluar kampus. Apakah mahasiswa di Sumba sudah siap…? Beberapa kajian hasil observasi penulis menemukan beberapa hal yang menjadi penyebab dan akibat merdeka belajar-kampus merdeka yakni (Hp android, Satelit Internat, pulsa paketan, sarana dan prasarana, komparatif dan kompetitif) yang tidak memadai. Dengan kata lain, program kebijakan merdeka belajar-kampus merdeka, mahasiswa mempunyai peran atau kemampuan merubah situasi dan berinovasi, kreatif sebagai generasi bangsa dan Negeri menuju ke daerah 3 T(Terdepan, Terluar dan Terbelakang) yang maju dan sejahtera.

Terbungkamnya Kebebasan Berpikir Di Kampus

 

Ketika tidak ada kebebasan (Dokpri)
Ketika tidak ada kebebasan (Dokpri)

         Tahun 1957-1966 mahasiswa-mahasiswi Indonesia berhasil menumbangkan sebuah “Rezim” yaitu rezim kebohongan dan kesewenang-sewenangan dari pemerintah(Soe Hok Gie; 123). Perjuangan mashasiswa merupakan asas yang tercantum dalam ikrar “Sumpah Mahasiswa”, Mahasiswa mempunyai peran penting sebagai pengontrol atau mitra kritik pemerintah sehingga Proses belajar mengajar di Sekolah Perguruan Tinggi, bisa menjadi salah satu wadah yang melahirkan mahasiswa yang optimis dan kritis terhadap problema yang terjadi di daerah tersebut,  sehingga tidak memperhatikan kualitas dan kapasitas mahasiswa. Persoalan tersebut bisa menimbulkan miskomunikasi atau harmoni belajar. Pendidik yang ada dalam Institusi Sekolah Perguruan Tinggi harus memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk menyampaikan gagasan, kritikan, dan saran lewat momentum itu, mereka berlatih menganalisis apa yang salah dan yang perlu ditingkatkan sehingga  kata ”Merdeka belajar” terimplementasi. Dengan merdeka belajar mahasiswa mempunyai semangat dan niat belajar meningkatkan kualitas dan kapasitas, lewat kegiatan-kegiatan internal maupun eksternal. Ruang belajar tertentu merupakan kesempatan mengeksperikan atau melatih kemampuan sehingga menjadi kekuatan atau dasar ketika terjun ke dunia kerja. Proses belajar yang efektif dan efisien yakni memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menentukan dan memilih sesuatu yang mereka anggap mudah atau baru, sehingga dosen hadir hanya sebagai fasilitator (Pemandu proses), contohnya; Dosen mendampingi mahasiswa cara membuat media pembelajaran, metode, strategi, peluang unrtuk berkarir dengan mudah dan sederhana. Bisa juga sebagai inspirator (Memberikan inspirasi) contohnya; Selalu diawali dengan kata-kata bijak atau motivasi belajar dan perjuangan seseorang menjadi sukses sehingga mahasiswa semakin tekun belajar.

Apatisme Mahasiswa

Tidak menghiraukan yang terjadi (Dokpri)
Tidak menghiraukan yang terjadi (Dokpri)

Mahasiswa sebagai penggerak yang disebut Agent Of Change (Agen Perubahan), karena dipundak mereka ada kesuksesan, harapan bangsa dan Negeri Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bagaimana mahasiswa disebut sebagai penggerak atau motor penggerak….? Mahasiswa bukan belajar, IPKnya tinggi dan Penelitian lalu wisuda…!. Hasil identifikasi lewat observasi bahwa mahasiswa hanya berpikir datang kuliah, belajar, pulang Kos, refresing dan urus pribadi masing-masing, lalu menerima materi dari dosen. Sedangkan problema yang hiruk-pikuk tidak membuat mereka pusing karena sudah nyaman dengan kebiasaan di lingkungan tempat tinggal maupun dalam Institusi Sekolah Perguruan Tinggi. Bagaiman bisa seperti itu…? Atau diajarkan untuk seperti itu…! “Tanyalah pada rumput yang bergoyang”. Terjadinya hal demikian mengakibatkan mahasiswa-mahasiswi tidak mau berusaha dan belajar karena lingkungan dan ruang belajar intra maupun ekstra kampus sangat minim. Identitas mahasiswa-mahasiswi sebagai masyarakat ilmiah sudah tidak berlaku dalam lingkup Institusi Sekolah Perguruan Tinggi, karena belum mendapatkan kebebasan belajar yang sesuai sehingga, ikrar “Sumpah Mahasiswa” pun lupa mengucapkan oleh Mahasiswa-mahasiswi sebagai kesadaran rasa kebangsaan dan rasa merdeka untuk melawan isu-isu miring atau yang tidak seadil-adilnya. Jadi, mahasiswa harus mampu mengimplementasikan Tridharma Perguruan Tinggi, sehingga benar-benar mempersiapkan diri dan mengaplikasikan metode, model dan strategi pembelajaran ke semua kalangan yang membutuhkan yakni merdeka belajar.

Peran Sekolah Perguruan Tinggi ke pelosok daerah 3T

Berinovasi dari daerah 3 T (Dokpri)
Berinovasi dari daerah 3 T (Dokpri)

Hal ini tercantum dalam perubahan UUD 1945 mengenai kewajiban pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi pasal 31 ayat (5) “pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan keberadaban serta kesejahteraan umat manusia” (Buku panduan pemasyarakatan; 193). Sekolah Perguruan Tinggi harus menjadi wadah yang membentuk manusia kritis dan cerdas secara (Afektif, Spikomotorik, dan Kognitif ). Sekolah Perguruan Tinggi berpatokan pada prodi yang merupakan proses belajar yang sesuai dengan profesi atau kejuruan sehingga program prodi antara dosen dan mahasiswa harus memberikan kebebasan bagi mahasiswa memilih sesuai kemampuan atau minat dan bakat, supaya kegiatan-kegiatan intra kampus yang menjadi koordinatornya adalah mahasiswa dan bukan dosen. Kegiatan selama ini rata-rata dosen lebih proaktif dari pada mahasiswa. Bagaimana mahasiswa bisa belajar kalau tidak mempuyai ruang belajar…..? Mahasiswa harus mempunyai kualitas dan kapasitas diri ketika sudah wisuda tidak monoton dengan profesinya. Dunia kerja dimanapun membutuhkan pengalaman Curriculum Vitae (CV), merupakan landasan atau bukti dari kegiatan tersebut. Bagaimana mahasiswa bisa merdeka belajar….?. Ringkas kata, Pemerintah dan Sekolah Perguruan Tinggi, bersama-sama menerapkan “Merdeka belajar-Kampus Merdeka” sehingga program kampus merdeka merupakam kesempatan bagi seluruh mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru di luar kampus menuju daerah 3T yang lebih baik dan unggul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun