Persoalan konflik dan peperangan tersebut dapat merusak tatanan sosial masyarakat dengan jatuhnya berbagai korban manusia, baik dari pihak militer maupun korban dari pihak sipil, baik yang mengalami luka ringan hingga yang berujung pada kematian. Terdapat suatu pemikiran bahwa timbulnya korban dari pihak militer adalah hal yang wajar sementara timbulnya korban sipil adalah sesuau yang tidak seharusnya terjadi.
Akan tetapi melihat fenomena yang terjadi, banyak sekali kejadian yang selalu mengabaikan hak-hak kemanusiaan dan keselamatan mereka demi mencapai tujuan-tujuan yang bersifat politis semata.
Kenyataan menunjukkan, bahwa dalam konflik bersenjata hal tersebut banyak terjadi di belahan dunia Timur seperti di Irak, Libya dan Palestina termasuk dalam konflik bersenjata non-internasional sebagaimana di Papua dan Aceh.
Dari sanalah timbul ribuan orang tidak bersalah menjadi korban seperti dianiaya hingga dibunuh. Padahal pihak yang bertikai tersebut diwajibkan untuk melindungi mereka. Karena itulah, timbul kesadaran bagi negara-negara di dunia untuk membuat  peraturan internasional guna menghindari penderitaan yang tidak seharusnya terjadi.
Perkembangan hukum internasional sangat berhubungan dengan perlindungan bagi korban dan hukum dalam perang. Hukum Humaniter Internasional memiliki sejarah singkat namun penuh dengan peristiwa, yaitu pertikaian bersenjata yang dalam gilirannya mampu mengakibatkan timbulnya korban jiwa maupun harta benda.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki harkat martabat yang harus dijamin perlindungan dan mendapatkan perlakuan yang sesuai. Manusia juga dianugerahi akal oleh Allah bukan tanpa sebab. Akal diberikan Allah agar manusia mampu membedakan mana perbuatan yang baik dan tidak baik.
Bahkan menurut Jean Picted, timbulnya hukum humaniter merupakan akibat dari ketidakmampuan manusia untuk menghapuskan peperangan yangmana di sisi lain teradapat keinginan manusia untuk meningkatkan segala hal yang baik bagi manusia.
Maka nampaklah bahwa peperangan merupakan suatu kebutuhan manusia, namun di pihak lain timbullah keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap manusia sesuai harkat dan martabatnya dalam situasi perang, yang pada gilirannya melahirkan hukum humaniter (Purwanto, 2006).