Mohon tunggu...
Fian Fian
Fian Fian Mohon Tunggu... Jurnalis - Si vis pacem, para bellum

Qui ascendit sine labore, descendit sine honore

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Telaah Strategi Diplomasi Abbasiyah (Al-Makmun, Al-Muktashim, Al-Qasiq, dan Al-Mutawakkil)

18 Oktober 2019   16:32 Diperbarui: 18 Oktober 2019   16:37 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Al-Makmun atau Abdullah Abdul Abbas aal Makmun adalah anak dari Harun ar Rasyid. Ia juga memiliki kepribadian yang mampu mempermudah segala teknik diplomasi yang dijalankannya yaitu adil, bijaksana, cerdas dan memiliki semangat berkarya dan berusaha. Adapun beberapa dilpomasi yang berhasil ia jalankan ialah:


-Menghentikan timbulnya jaringan pemberontakan hingga tercipta kembali stabilitas politik dalam negeri
-Penertiban dan penataan kembali urusan administrasi negara demi menjaga kepercayaan
-Pembentukan beberapa badan negara seperti baitul hikmah dan majelis munazarah. Adapun baitul hikmah berfungsi sebagai perpustakaan atau dar al kutub yang didalamnya penuh dengan aktivitas keilmuan yaitu aktifnya kegiatan ulama dan ilmuan dalam kegiatan penerjemahan, penulisan dan penjilidan.


Kizanah al hikmah diubah kembali menjadi baitul hikmah dipergunakan oleh AL Makmun secara lebih maju, yaitu sebagai penyimpanan tempat buku-buku kuno yang diperoleh dari Persia, Etiopia, Byzantium maupun India. Ia juga memilih Sahl bin Harun seorang nasionalis Persia sebagai direktur perpustakaannya. dDiplomasi Al Makmun juga menjadikan baitul hikmah sebagai pusat riset astronomi dan matematika.


Adapun Al Muktasim (833-842 M) adalah seorang tangan kanan al Makmun dalam menyelesaikan segala urusan baik politik maupun peperangan. Mellihat perlu adanya pemerataan dan Baghdad sudah semakin kokoh, ia dengan segala ijtihdnya berpindah ke Samara bersama denga tentaranya.

Disana ia mendirikan istana, masjid dan sekolah hingga Samara juga mampu dibangun sebagai kota megah layaknya Baghdad. Namun tetap ia tidak pernah menggantikan Baghdad sebagai pusat intelektual umat. Ia juga merupakan sosok ayah yang telah mendidik anaknya, AL Wasiq, untuk memerintah di Baghdad.


Selain itu, Al Wasiq (842-847 M) adalah seorang yang berkepribadian luhur dan penuh perhatian. Ia memusatkan banyak perhatiannya pada perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masanya, ia tidak Cuma-Cuma untuk memberikan banyak uang semi kepentingan perkembangan ilmu terutama untuk kesejahteraan para ulama. Dari hal berkembangnya ilmu sastra, teknologi dan mampu merambah ke perkembangan lainnya yaitu tercapainya arah kompas kemajuan dalam hal industri dan perdagangan hingga yang dirasakan Indonesia saat ini.


Al Mutawakkil (847-861 M) atau Ja'far al Mutawakkil adalah pemimpin yang sangat toleran terhadap sesamnya. Beberapa cara diplomasi yang dijalankannya ialah mengandalkan negarawan Turki dan pasukannya untuk meredam gerakan pemberontakan hingga mempercai mereka untuk memimpin pasukan menghadapi musuh asing. Pada tahun 856 M, ia mendirikan Sekolah Tinggi Terjemah di Baghdad yang lengkap dengan museum bukunya baik terjemahan Barat maupun karya umat Islam sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun