Mohon tunggu...
Pikri Ramadan Alamsyah
Pikri Ramadan Alamsyah Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Writer | Comparative Politics | International Relations | Political Science and Football Enthusiast |

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rembulan di Iskandariyah

8 Desember 2018   10:52 Diperbarui: 8 Desember 2018   11:59 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : idntimes.com

Kekasih, ingatkah engkau, waktu pertemuan kita yang pertama, di kedai kopi dekat kota al-iskandariyyah; kala itu kau tengah memandangi rembulan di malam hari sesaat setelah hujan itu berhenti. Aleksandria harusnya jarang di guyur hujan, kekasih. Tapi mungkin, langit Mesir terlalu haru melihat kehadiranmu waktu itu, tatkala ia menitikan air matanya dan bersyukur kepada Tuhan atas karunia-Nya menciptakanmu ke dunia.

Aku yang tengah menyeruput robusta itu pun demikian sama halnya dengan sang langit; merisau dan meracau dalam hati. "Untuk apa gadis bermata jeli bak mutiara itu memandangi rembulan yang kalah anggun oleh dirinya?" datanglah kemari, dan lihatlah cermin yang berada di tanganku, kekasih. Pandangilah wajahmu dan rasakan nuranimu. Mungkin kau akan mengerti nanti, mengapa aku lebih memilih melihat paras indahmu ketimbang meminum secangkir robusta yang aku beli seharga 50 pound di kedai ini.

Lepaskanlah pandanganmu dari rembulan itu kekasih, karena langit akan menangis lagi. Ia tak sanggup kau tatap lagi, ia menahan haru sedari tadi. Lihatlah aku, kekasih. Sudah cukup wajah sampingmu saja yang bisa aku lihat. Parasmu seutuhnya, kekasih. Itu yang aku mau. Tampakkanlah kepadaku, walau 5 detik sekalipun.

Robustaku mendingin pada akhirnya, kekasih. Tapi biarlah, anggaplah aku membayar 50 pound ini hanya untuk bisa melihat wajah sampingmu saja, biarlah. Karena robusta bisa tiap hari ku beli, sedangkan kau hanya sekali bisa ku lihat dan mungkin tak akan lagi esok lusa. Kekasih, datanglah kemari dan realisasikan cinta kita, walau aku baru melihatmu dan kau tak mengenalku. Aku yakin kau lah kekasih sejatiku; aku bisa melihatnya dari caramu memandang rembulan itu---sama halnya dengan caraku memandangi wajah sampingmu.

Maka dari itu, kemarilah, kekasih. Duduklah bersamaku di sini, kita nikmati robusta yang telah dingin ini, karena ku yakin; ia akan kembali hangat jikalau kita nikmati secangkir ini berdua. Karena rasa tak pernah berbohong, kekasih. Robusta yang dingin akan menjadi hangat kembali, jika mata dan hati kita saling bercinta serta raga kita saling merasa.

Aku menunggumu. Kekasih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun