Mohon tunggu...
Ferzya Ferzya
Ferzya Ferzya Mohon Tunggu... -

Seorang pelajar marketing management di salah satu universitas di kota pelajar. "seorang produsen pun adalah seorang konsumen" adalah prinsipnya dalam melihat service marketing. dia juga seorang Editor in Chief majalah travel digital : Travelist Magazine

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tempat yang Salah

5 November 2013   09:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:34 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1383619088622310790

“hah? Kok gini tempatnya?” ujar teman saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Pusat Pelatihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar.

Saya tersenyum saja dan mengajaknya turun dari mobil untuk meminta izin kepada mahout yang ada di rumah paling depan dari gerbang masuk. Rumah berwarna putih pudar itu terlihat kosong, tak ada jawaban dari arah dalam rumah, saya duduk di teras sambil terus menyerukan “Assalamualaikum” beberapa saat kemudian Bang Anggiat keluar dari rumah dengan mata masih mengantuk.

“Eh, pa kabar dek?, kiban neuk kalon Rosa?” sapanya seraya membuka mata penuh mempertanyakan kabar dan tujuan kedatangan saya yang disinyalir untuk mengunjungi si kecil Rosa.

Ia menutup pintu rumah dan menuruni tangga teras

nyoe bang, na kawan dari Banda”, iya bang sedang ada teman dari Banda Aceh jawab saya sambil mengikutinya berjalan menuju arah tempat diikatnya Ibu dan anak gajah tersebut melewati beberapa rumah mahout lainnya.

“peu haba bang? Kiban Sampoiniet?” tanya saya kemudian,

Saya mengenal bang Anggiat dan beberapa mahout lainnya sewaktu mereka masih bersiaga di Conservation Respond Unit (CRU) di wilayah Sampoiniet, Aceh Besar. Terpaksa pindah karena alasan keamanan yang tidak memungkinkan mereka untuk tetap disana bersama para gajah setelah kasus Genk mencuat.

Konflik gajah dan manusia kian meningkat, khususnya di Provinsi Aceh. Meningkatnya populasi manusia, ditemukannya tambang-tambang emas, perambahan hutan, konversi kebun, merupakan alasan utama terganggunya hubungan antara gajah dan manusia. Menurut Mike Griffiths, seorang ahli ilmu hewan yang telah menetap di Aceh selama 30 tahun, hanya sekitar 400 ekor gajah liar yang masih ada di Aceh – jumlah yang sedikit jika sekelompok kawanan gajah terdiri dari 20 ekor.

Kami bisa melihat Rosa dari jarak 50 meter. Pohon yang jarang, tanah yang cokelat dan ranting-ranting patah membuat mudah melihat gajah yang berkulit abu-abu. Rosa berlari bersemangat menuju kami, entah karena mencium bau pisang atau memang rindu manusia.

Melihat anaknya terlalu bersemangat, Suci, sang Ibu pun menaikkan belalainya dan bersuara seakan memberi peringatan kepada sang anak agar berhati-hati.

Rosa menggunakan belalainya untuk mencium baju saya sembari mencari-cari dimana pisang disembunyikan sampai ia temukan tangan saya di belakang punggung, ditariknya pisang ditangan saya. Manja.

Teman-teman yang lain pun mencoba untuk mendekati gajah kecil berumur 10 bulan kala itu, saya menjauh dan berjalan mendekati ibunya. Suci mengangkat belalainya untuk mencium bau saya dan menyapa, cara setiap gajah untuk mengenali sesuatu. Saya menatap matanya yang terlihat sayu, bulu mata panjangnya mengarah ketanah, saya elus pipinya yang kian mengurus dan memeluk belalainya seakan memeluk seluruh tubuhnya.

Walau tak mendapat jatah makan sebanyak yang ia dapatkan di Sampoiniet, tapi setiap minggu Bang Toro –kepala CRU Sampoiniet- masih datang dan memberinya setumpuk pelepah kelapa muda. Sedangkan Rosa lebih senang makan pisang, walau tulang punggungnya makin terlihat dan kulitnya mengendor akibat hilangnya lemak dibadan, ia masih bersemangat jika bertemu manusia dan gajah kecil lainnya yang bernama Agam.

Pusat Pelatihan Gajah yang bertempat di Lembah Seulawah ini mengingatkan saya pada Taman Nasional Baluran yang kerap disebut Africa van Java, tempat ini memang tidak se-Afrika itu tapi jika dibandingkan dengan tempat tinggal gajah lainnya, disini tidak bisa disebut layak.

Wajar saja, karena lokasi ini tidak diperuntukkan untuk memanjakan gajah. Hidup harus keras untuk dilatih, air harus dihemat, tempat ini bukan disediakan untuk dikunjungi wisatawan tapi untuk melatih gajah agar siap menghadapi gajah liar yang lebih besar.

Tidak ada yang melarang siapapun yang datang kesana dengan tujuan apapun, siapapun yang datang kesana harap maklum akan kondisi tempat tersebut. Tempat yang salah jika anda mengharapkan fasilitas wisata gajah layaknya di Thailand.

Pawang gajah

http://www.tempo.co/read/news/2013/07/14/206496380/Si-Geng-Gajah-yang-Mati-di-Aceh-Jaya

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun