Mohon tunggu...
Fery Ardi Aliansyah
Fery Ardi Aliansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PWK UNEJ

Sedang menempuh pendidikan di Perguruan tinggi negeri di Jember Jawa Timur.Hobi saya bermain catur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertambahan Penduduk di Jember, Mengurangi Ketersediaan Lahan?

28 September 2022   18:44 Diperbarui: 28 September 2022   18:50 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pertambahan Penduduk di Jember ,Mengurangi Ketersediaan Lahan?

Indonesia merupakan negara terpadat ke empat di dunia setelah Amerika Serikat. Dengan populasi penduduk mencapai 376 juta jiwa. Rata rata pertambahan penduduk nya lumayan tinggi dengan angka 1,00 persen per tahun. Pertambahan penduduk di lndonesia ini  mendorong meningkatnya kegiatan kehidupan sosial ekonomi penduduk, yang selanjuthya menyebabkan kenaikan kebutuhan akan lahan. Kebutuhan lahan terutama wilayah perkotaan berhubungan dengan perluasan ruang kota untuk digunakan bagi prasarana kota seperti perumahan, jaringan air minum,  jaringan sanitasi,  taman-taman dan lapangan olahraga.
Jember merupakan kota/kabupaten dengan jumlah penduduk yang padat. Padatnya penduduk ini dikarenakan warga asli atau warga pendatang. Sensus Penduduk 2020 (SP2020) mencatat penduduk Kabupaten Jember pada bulan September 2020 sebanyak 2.536.729 jiwa. Padatnya penduduk ini juga disebabkan urbanisasi masyarakat desa ke kota. Urbanisasi yang terjadi biasanya dipicu karena berbagai faktor yang meliputi kemiskinan, minimnya fasilitas di pedesaan, standar hidup yang rendah, terbatasnya lapangan pekerjaan, fasilitas kota yang lebih memadai dan standar hidupnya yang tinggi, sehingga terjadi penumpukan di kota. Mereka berpindah karena ingin mendapatkan hidup yang lebih sejahtera.
Lalu bagaimana dengan penduduk yang selalu bertambah namun lahan tetap atau malah berkurang? Dilansir dari BPS kabupaten Jember, dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir yaitu periode 2010-2020, jumlah penduduk Kabupaten Jember pada tahun 2020 mengalami penambahan sekitar 204.003 jiwa atau naik sebesar 8,75 persen dari jumlah penduduk tahun 2010 yang hanya sebanyak 2.332.726 jiwa. Peningkatan pertumbuhan penduduk membuat Kebutuhan hidup seperti perumahan, industri, maupun sarana prasarana meningkat. Selanjutnya kebutuhan terhadap lahan juga akan semakin meningkat. Karena manusia membutuhkan ruang untuk tempat tinggal dan aktivitas kehidupan mereka. Sedangkan jumlah lahan yang tersedia di alam selalu tetap karena alam tidak bertambah besar, tetapi jumlah penduduk Bumi yang semakin banyak.
Salah satu akibat dari pertumbuhan penduduk perkotaan adalah perubahan tatakeruangan kota yang tercermin dari peruhahan fisik  kota, perubahan lingkungan kota dan perubahan tataguna lahan kota. Perubahan fisik kota dipengaruhi oleh kebutuhan ruang yang semakin meningkat,  baik untuk tempat tinggal maupun untuk keperluan menopang fungsi-fungsi perkotaan yang semakin meningkat.
Masalah lahan di perkotaan sesungguhnya berakar  pada  terbatasnya persediaan lahan, sedangkan di pihak lain permintaan lahan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan  aktivitas  di perkotaan. Bersumber dari masalah di  atas selanjutnya muncul masalah-masalah  yang sesungguhnya berawal dari masalah tersebut. Masalah-masalah tcrsebut adalah meningkatnya harga lahan secara cepat yang terkadang sulit dikendalikan, munculnya spekulasi tanah secara meluas. Oleh karena itu diperlukan semacam regulasi untuk mengatur tentang tata guna lahan.
Kebutuhan akan tanah yang terus menerus semakin meningkat menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Inilah yang menjadi masalah di Jember. Banyak pembangunan yang dilakukan pemerintah maupun perorangan yang membuat lahan pertanian semakin terkikis. Padahal sektor pertanian merupakan sektor utama penggerak ekonomi di Jember. Kebanyakan lahan pertanian dialihfungsikan menjadi perumahan yang layak dihuni. Alih fungsi lahan pertanian menjadi ancaman serius bagi ketersediaan pangan. Banyak dampak negatif yang diakibatkan dari alih fungsi lahan pertanian, antara lain pendapatan ekonomi dari sektor pertanian berkurang, buruh tani kehilangan pekerjaan, berkurangnya hasil pertanian, daerah resapan air berkurang yang bisa menyebabkan banjir.
Kepala Bidang Penataan dan Pengendalian Pertanahan Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (P2P-ATR/BPN) Jember Zainal Darmo mengatakan bahwa, hadirnya Perpres Nomor 59 Tahun 2019 merupakan dasar hukum pengendalian alih fungsi lahan sawah yang memiliki tujuan untuk mempercepat penetapan peta lahan sawah yang dilindungi. Dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional. "Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan sawah dengan penetapan lahan sawah yang dilindungi (LSD) merupakan bukti keseriusan pemerintah menjaga lahan sawah," terangnya, kepada Jawa Pos Radar Jember. "Jadi LSD ini mengatur tentang lahan pertanian yang masih aktif dan memberikan penghasilan yang optimal itu tidak diperbolehkan dijadikan pekarangan dan perumahan," jelasnya. Akan tetapi lahan pertanian yang dialihfungsikan kebanyakan lahan yang masih produktif untuk ditanami.
Masalah seperti ini harus diselesaikan sejak dini, jika dibiarkan maka akan terjadi lingkungan yang tidak teratur. Untuk itu harus segera diantisipasi sebelum menimbulkan masalah-masalah lain. Maka untuk menyesuaikan kebutuhan akan tanah telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Peraturan ini harus dilaksanakan dengan baik , kita tahu adanya alih fungsi lahan pertanian karena adanya kebutuhan seperti perumahan, industri seiring pertumbuhan penduduk, sedangkan lahan pertanian sangat penting untuk ketersediaan pangan.
Solusinya adalah mengurangi kepadatan penduduk. Ini bisa dilakukan dengan melaksanakan program kb (keluarga berencana) yang telah direncanakan pemerintah, meningkatkan pemerataan pembangunan, menciptakan lapangan pekerjaan di desa agar masyarakat desa tidak berpindah dan menumpuk di kota untuk mencari pekerjaan. Juga, untuk menciptakan perkotaan yang tertib dan rapi, salah satu cara yang dapat dilakulan adalah dengan konsolidasi tanah. Dalam hal ini konsolidasi tanah perkotaan, karena pada tanah perkotaan terjadi pemanfaatan tanah yang kurang tertib. Konsep konsolidasi tanah perkotaan merupakan suatu kegiatan menata tanah yang tidak beraturan sehingga menjadi lebih teratur dengan menggeser, menggabungkan, memecahkan, menghapuskan, dan mengubah hak yang dimiliki terhadap tanah baik di daerah perkotaan atau pinggiran kota dalam konteks perkembangan serta penataan permukiman meliputi fasilitas sosial dan umum yang diperlukan oleh pemilik tanah yang sesuai Rencana Umum Tata Ruang Kota serta Daerah melalui partisipasi aktif dari masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun