Mohon tunggu...
Fery Nurdiansyah
Fery Nurdiansyah Mohon Tunggu... Konsultan - Adil Sejak Dalam Pikiran

Imajinasi berawal dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Money

Buntut Korupsi Meikarta dan Nasib Konsumen?

27 November 2018   10:06 Diperbarui: 2 Januari 2019   10:16 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa Transaksi

  1. PPJB (termasuk klausula baku dalam PPJB)
    • Dalam PPJB tidak mengatur kepastian jangka watu penyelesaian pembangunan apartemen, serah terima unit, pembuatan pertelaan (pemisahan), kepastian AJB, dan sertifikat HMSRS serta tidak ada jaminan dana yang diinvestasikan konsumen, dan  cenderung membuat PPJB dalam akta dibawah tangan. Oleh sebab itu pengembang tidak disiplin dalam mengikuti pedoman PPJB, yang tercantum pada Kepmenpera No.11 Tahun 1994 tentang pedoman PPJB, Bukan hanya pengembang yang tidak disiplin akan tetapi Konsumen sendiri kurang peduli dengan isi dokumen PPJB dan selalu percaya pada itikad pengembang.
    • Selain itu, Kepmenpera No.11 Tahun 1994 tentang pedoman PPJB tidak dilengkapi sanksi bagi pengembang, sehingga terkesan seperti hanya ikut Fungsi pengawasan dan pelaksanaan Pedoman PPJB Rusun oleh Dinas Perumahan tidak efektif (Permen No.11 Tahun 1994).
    • Konsumen disarankan untuk lebih teliti membaca PPJB, karena didalamnya terdapat Hak dan Kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
  2. AJB, Pertelahaan/ Pemisahan, Sertifikat Hak Milik (SHM)
    • Lamanya waktu sampai dengan AJB atau penerbitan SHM biasanya dilakukan setelah semua pembangunan apartemen dan rumah selesai secara keseluruhan, walaupun konsumen telah membayar secara penuh, alhasil waktu jeda yang cukup lama membuat konsumen tidak memiliki legalitas atas properti yang telah dibelinya. selain itu persoalan seperti halnya SHM belum diberikan karena diharuskan membayar biaya administrasi di luar ketentuan yang berlaku kerap terjadi, sehingga perlu ketelitian terhadap biaya-biaya yang perlu dikeluarkan
    • jika sampai tahap ini, Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, penandatanganan AJB atas tanah dan bangunan rumah harus ditandatangani oleh penjual dan pembeli di hadapan PPAT.

Masa Sesudah Transaksi

Belum selesai jika konsumen telah melalui tahap-tahap di atas, karena permasalahan yang utama adalah pada masa sebelum transaksi dan pada masa transaksi ini menjadi akar dari masalah tersebut, kerap kali setelah malakukan proses pembelian unit rumah atau apartemen masih ada persoalan yang sangat penting, dan sangat merugikan konsumen diantaranya  seperti :

  1. Ketidaksesuaian fisik Bangunan/standar ukuran
  2. Keterlambatan serah terima unit tanpa ganti rugi
  3. Ketidaksesuaian janji pengembang terkait fasum/fasos serta masalah lingkungan.
  4. Ketidakterbukaan pengembang mengenai biaya (termasuk kenaikan biaya) tarif listrik, air, parkir, maintance, service charge.
  5. Masalah AJB dan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS).
  6. Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) masih didominasi oleh pengembang, sementara kerugian yang diterima konsumen perlu diselesaikan.
  • Disarankan untuk mengadukan persoalan konsumen kepada lembaga yang membidangi perlindungan konsumen, seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan dapat bersama-sama melakukan advokasi bersama Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

Persoalan di atas sejatinya perlu diselesaikan dengan campur tangan dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, masalah perlindungan konsumen sejatinya sudah masuk sebagai Hak Asasi Manusia (HAM), perlu mencari  instrumen yang kuat agar tidak ada diskriminasi antara konsumen dan pelaku usaha. Perlindungan konsumen telah kehilangan roh dan filosofi kebijakan publik, sehingga konsep perlindungan konsumen dalam ranah kebijakan maupun regulasi menjadi terasa sangat sempit, walaupun dalam keadaan saat ini sangat dibutuhkan Affirmative action yang dapat memberikan solusi efektif dalam penerapan kebijakan.

Keberadaan negara dalam menetapkan regulasi tidak menyentuh semua aspek perlindungan konsumen, tetapi berbagai upaya harus dilakukan untuk mengembalikan hak-hak konsumen, untuk itu perlu ada rekonstruksi kembali mengenai pemikirian alternatif lain, karena yang mengurusi perlindungan konsumen tidak hanya Pemerintah, melainkan semua instasi/lembaga mempunyai semangat dalam melindungi konsumen.

Perlindungan Konsumen yang masih jauh dari harapan, baik pada level kebijakan dan regulasi, maupun pada implementasinya (substansi, struktur, dan kultur hukum). Pendekatan terhadap perlindungan perlindungan tidak dapat didekati dari aspek hukum saja apalagi kalau hanya hukum perdata, sebab hukum perlindungan konsumen bukan sekedar hukum bisnis tetapi upaya perlindungan bagi konsumen sebagai warga negara Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun