Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Rafael Alun Trisambodo, Kemenkeu dan Pentingnya Pelaporan LHKPN Secara Jujur

27 Februari 2023   11:50 Diperbarui: 27 Februari 2023   14:02 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi kaya seperti Rafael Alun Trisambodo mantan pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP-Kemenkeu), harta berlimpah, gemah ripah loh jinawi, "bro di juru bro di panto ngalayah di tengah imah"bukan lah sesuatu yang diharamkan, sepanjang hartanya tersebut berasal dan bersumber dari sesuatu yang halal.

Menjadi persoalan, ketika kekayaan yang didapatkannya berasal dari usaha-usaha yang berlawanan dengan kejujuran serta norma-norma dan aturan yang ada.

Seorang pengusaha, seperti misalnya kakak beradik Keluarga Hartono pemilik Grup Djarum dan Bank BCA atau jajaran pengusaha lainnya, dianggap pantas memiliki harta berlimpah, toh mereka adalah seorang pengusaha dengan rekam jejak usaha yang sangat panjang.

Mereka sudah puluhan tahun bergelut dalam bidang usahanya, naik turunnya, susah senangnya sudah dilalui, oleh sebab itu ketika mereka sekarang menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia, masyarakat mafhum, tak ada yang mempersoalkannya, bahkan menjadikan mereka semacam panutan untuk meraih kesuksesan dan kekayaan.

Artinya secara profiling memang wajar Keluarga Hartono tersebut bisa memiliki harta melimpah ruah seperti saat ini.

Namun, ketika seorang pejabat publik bekerja di sebuah Kementerian atau Lembaga Negara dan sejak dari awal berkarir di sana berasal dari keluarga yang secara materi rata-rata air saja, tapi kemudian memiliki harta yang berlimpah, pasti akan menjadi persoalan paling tidak masyarakat akan bertanya-tanya "dari mana asal muasalnya harta bendanya tersebut"

Karena secara logika awam saja, hal itu tak cocok dengan profilingnya. Sebagai seorang pejabat di sebuah instansi Pemerintah penghasilannya sudah "ditakar" dan takarannya itu tersebar luas menjadi semacam informasi publik yang bisa diamati dan dianalisa oleh siapapun.

Makanya, ketika kasus Rafael Alun  ini mencuat kepermukaan, dipicu oleh kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy terhadap seorang remaja bernama David, selain kasus hukum menimpa anaknya, sang ayah pun terimbas setelah publik mengetahui bahwa ia seorang pejabat DJP-Kemenkeu, mengacu pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) berharta Rp.56 miliar.

Jumlah harta yang dalam profiling publik diluar kewajaran, ironisnya sesuatu yang dianggap tidak wajar tersebut terkesan dibiarkan saja oleh Kemenkeu, institusi tempat Rafael bekerja.

Kesan "pembiaran" tersebut tertangkap publik, karena jumlah kekayaannya itu sudah dilaporkan melalui LHKPN  ke institusi tempatnya bernaung dan Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) lembaga tempat LHKPN dikelola.

Akhirnya publik mengambil kesimpulan, bahwa pengawasan di Kementerian yang merupakan kasir negara tersebut sangat lemah dan bersakwasangka, jangan-jangan masih banyak Rafael-Rafael lain di institusi negara yang dipimpin oleh Sri Mulyani Indrawati ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun