Logika itu berasal dari akal sehat yang merupakan salah satu perangkat khusus yang diberikan Sang Khalik untuk mendeteksi sebuah kebenaran awal.
Memang benar, logika bukanlah fakta tetapi penyelarasan antara pengalaman, ilmu pengetahuan, dan kesadaran yang dihimpun secara koheren sehingga memberi suatu hipotesis awal mengenai suatu hal.
Sementara, hukum dalam penerapannya mensyaratkan adanya fakta dan bukti, akan tetapi yang mendasari hubungan antara terjadinya sebuah tindak pidana dengan fakta dan bukti tersebut adalah logika.
Dan kebenaran logika publik itu terbukti dalam persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir Josua.
Ferdy Sambo diyakini JPU telah terbukti dan meyakinkan menjadi dalang dan otak dari tindak pidana pembunuhan berencana.
Selain sebagai dalang pembunuhan berencana, Sambo pun mengorkestrasi  anak buahnya untuk melakukan kejahatan lain yakni obstruction of justice untuk menutupi kejahatan utamanya.
Artinya Ferdy Sambo dengan segala pengaruh jabatan, kekuasaan, dan uangnya, dalam satu kesempatan mendalangi dua kejahatan sekaligus.
Ironisnya, dari setiap kejahatan yang dilakukannya, Ferdy Sambo menyeret pihak lain yang sebenarnya tak berhubungan langsung dengan masalah yang memicu terjadinya tindak pidana pembunuhan berencana tersebut.
Tak kurang dari 35 orang Polisi yang merupalan anak buahnya terlibat di dalam kejahatan  yang didalanginya.
Selain itu institusi Polri tempat dia mengabdi selama puluhan tahun pun citranya menjadi berantakan karena tingkah bejat dan sadis  Sambo tersebut.
Proses hukumnya pun menjadi njelimet, panjang dan lama seperti yang kita saksikan selama ini