Setali tiga uang, kondisi buruk pun terjadi di sektor sumber daya manusia di perusahaan yang telah berdiri selama 77 tahun ini, dari 24.600 pegawai, 40 persen diantaranya diisi oleh lulusan Sekolah Dasar (SD) dan 30 persen SMP, sisanya lulusan SMA, dan tak lebih dari 200 orang  yang berasal dari lulusan perguruan tinggi.
Kita tahu juga, selama puluhan tahun bahkan sejak PT. KAI berdiri dan masih bernama Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) budaya kerja dan situasi serta kondisi stasiun, gerbong kereta ya begitu, semrawut.
Saya dan mungkin sebagian besar orang, sempat berpikir pada masa itu, bahwa mengubah budaya kerja PT KAI itu hampir mustahil dilakukan. Â
Dan pada dasarnya secara internal pun mereka memang tak berminat untuk berubah, toh tanpa perubahan pun kereta api masih kebanjiran penumpang karena mereka kan monopoli.
Namun, berkat kerja keras, kepemimpinan ketegasan serta ketauladan Ignatius Jonan dalam mengelola PT. KAI selama lebih dari 5 tahun.
Perusahaan transportasi berbasis rel ini ternyata bisa berubah sama sekali. KRL Jabodetabek dalam satu dasawarsa terakhir ini berbeda sama sekali dengan dasawarsa sebelumnya.
Tak terbayangkan sebelumnya, stasiun kereta bisa steril sama sekali, hanya petugas dan pemilik tiket yang bisa masuk.
Penggunaan teknologi kartu dan pintu masuk tapping menjadi salah satu caranya. Tak mudah juga mensosialisasikannya, mulai dari tiket kertas hingga kemudian menjadi kartu.
Selain itu ketegasan para petugas-pun memberi sumbangan yang sangat besar dalam melatih penumpang untuk lebih bertanggungjawab saat menumpang KRL.
Gerbong KRL kini semua berpendingin udara, bersih, pintu tak ditutup KRL tak jalan, bahkan alunan musik disebagian gerbong KRL menjadi tambahan hiburan saat menumpang kereta berjenis shuttle ini.
Oh iya toilet pun sudah lumayan bersih, di beberapa stasiun berbangunan baru seperti Stasiun Transit Manggarai dan Jatinegara, kebersihan dan layanan toilet sudah setara mall, bersih, kering, serta wangi.