Sementara Ganjar Pranowo meskipun bernaung dibawah Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) Â pemenang pemilu yang memiliki keistimewaan untuk memajukan sendiri calon presidennya karena telah melewati presidential Threshold yakni di angka 22 persen dengan perolehan 128 kursi di DPR-RI.
Namun, sepertinya ia malah "dimusuhi" oleh partai sendiri karena, PDIP melihat gelagatnya lebih ingin mencalonkan "Putri Mahkotanya" Puan Maharani sebagai capres PDIP dalam Pemilu 2024 mendatang.
Meskipun jika mengacu pada berbagai hasil penelitian lembaga survei elektabilitasnya sangat jauh dari menjanjikan yakni dikisaran 2 persen saja.
Sedangkan Anies Baswedan, dia merupakan satu-satu-satunya pemilik elektabilitas  tinggi tetapi tuna partai.
Jadi agak berat juga untuk jadi capres, meski Partai Nasdem secara resmi telah mencalonkan dirinya sebagai salah satu capres dari partai milik Surya Paloh ini.
Namun, Nasdem harus berkoalisi agar bisa mengusung siapaun capresnya lantaran raihan kursinya di DPR-RI tak memenuhi ambang batas pencalonan presiden.
Saya kira, setelah Anies lengser dari kursi Gubernur DKI Jakarta pada bulan Oktober 2022 mendatang, naga-naganya ia akan bergabung di salah satu partai politik untuk memuluskan ambisinya meraih jabatan RI-1.
Di luar konstelasi politik pencapresan, suasana politik Indonesia masih kurang menarik. Isunya ya masih tentang cebong dan kadrun yang cenderung membelah serta membosankan.
Kedua pihak memandang situasinya hitam dan putih, apapun yang dilakukan pihak sehaluan dengannya selalu benar.
Sedangkan apapun yang dilakukan pihak berlawanan dianggapnya selalu salah. Seperti gambaran malaikat yang selalu benar dan setan yang selalu salah.
Argumen dan alur komunikasi elit politik ketika berhadapan dengan rakyatnya pun kerap tak kontekstual cenderung tekstual hanya untuk pembenaran.